Bab 77
Bab 77 Tangkap Dia
“Aku nggak peduli siapa kamu.”
Ardika berkata dengan nada dingin, “Aku hanya tahu aku menyelamatkan putrimu dari pedagang
manusia!”
Livy diculik oleh pedagang manusia dan hampir dibunuh oleh preman, dialah yang menyelamatkan putri mereka.
Setelah keluar dari mobil, Jiko tidak menanyakan situasi dan langsung menghakimi bahwa dialah pedagang manusia yang menculik Livy. Tanpa basa–basi, Jiko bahkan ingin memukulnya tanpa mencari tahu kebenaran.
Sepasang ibu dan anak yang berada di samping pun kaget hingga berhenti menangis.
Livy memandang Jiko dengan ketakutan, lalu berkata sambil memanyunkan bibirnya, “Paman Jiko, kenapa kamu memukul Paman Ardika? Paman Ardika itu orang baik, dia bahkan
membelikanku permen!”
“Hei, diam kamu!”
Jiko tiba–tiba berteriak dengan marah hingga membuat Livy menangis histeris.
“Jiko, kenapa kamu meneriaki Livy!”
Elsy segera memeluk Livy untuk menghiburnya. Selain kesal karena mendengar tangisan Livy, Jiko juga sangat emosi karena Ardika menamparnya.
Selama ini, dialah yang memukul orang, tidak pernah dipukuli orang!
Jiko menunjuk Ardika sambil berteriak, histeris, “Beraninya pedagang manusia sepertimu
memukulku. Kamu cari mati, ya? Kamu nggak tahu betapa berkuasanya aku!”
Ardika memandangnya dengan tatapan merendahkan. “Kamu mau menyuruh preman
memukulku di depan kantor polisi?”
Ardika menyadari bahwa Jiko adalah orang yang sejenis dengan Tony dan Peter, mereka hanya bisa menyewa preman untuk melawannya.
“Hmph, memangnya kenapa? Aku akan menyuruh staf kantor polisi datang memberimu pelajaran!”
Jiko mengeluarkan ponselnya dengan kesal untuk menghubungi seseorang. “Halo, Pak Erwin Liopta ya? Aku Jiko dari Departemen Perhubungan.”
“Ya, aku sudah sampai di depan kantor polisi kalian. Aku sudah menemukan Livy dan pedagang manusia itu. Kebetulan kami bertemu di jalan, kamu harus segera mengutus orang untuk
menangkap orang ini!“
Setelah selesai berbicara, dia langsung menatap Ardika dengan bangga.
“Pedagang manusia sialan, mati kamu!*
Konflik ini menarik perhatian banyak pejalan kaki sehingga semuanya berkumpul untuk
menyaksikan perseteruan mereka.
Ketika mereka mendengar Ardika adalah pedagang manusia, banyak yang menunjuknya sambil
memarahinya.
“Dasar nggak tahu diri. Anak muda berperilaku baik, malah menjadi pedagang manusia. Kamu masih sehat, bisa kerja apa pun, kenapa harus menjalani bisnis yang nggak bermoral seperti ini!”
“Dasar pecundang. Apa perlu melakukan pekerjaan kotor seperti ini untuk menghasilkan uang!”
“Sudah tertangkap basah, masih saja memukul ayah gadis kecil itu. Pedagang manusia yang
nggak tahu diri ini harus ditangkap dan dihukum mati!”
Ardika memandang para pejalan kaki dengan dingin dan sama sekali tidak bermaksud untuk
menjelaskan
Dia berbalik pergi.
“Kamu mau ngapain? Sudah tertangkap masih mau melarikan diri? Siapa yang mengizinkanmu
pergi!”
Para pejalan kaki pun merapat.
Bahkan ada beberapa orang yang mengeluarkan ponsel mereka untuk memotret dan merekam. Mereka mengancam akan mempostingnya di media sosial agar Ardika dihujat oleh semua orang! Content provided by NôvelDrama.Org.
“Huhu, Paman Ardika bukan pedagang manusia, dia itu orang baik….”
Lívy kembali menangis. Dia menyeka air matanya sambil membela Ardika.
Para pejalan kaki saling memandang dengan keheranan.
“Dia itu masih kecil dan belum mengerti, bagaimana bisa membedakan orang baik dan orang
jahat!”
Jiko memelototi Livy sambil berteriak, “Semuanya, kepung dia, jangan sampai dia melarikan diri!”
Mendengar ucapan ini, para pejalan kaki pun mengepung Ardika dengan ketat.
Bahkan ada beberapa orang yang hendak memukul Ardika.
Pada saat ini, pintu kantor cabang Distrik Palba tiba–tiba terbuka dan sekelompok petugas
kepolisian bergegas keluar.
Ketua cabang yang bernama Erwin pun ikut keluar.
“Pak Erwin, dialah pedagang manusia itu!” kata Jiko sambil menunjuk Ardika,
Erwin menatap Ardika dengan dingin sambil melambaikan tangannya.
“Tangkap dia!”