Bab 146
Bab 146
Bab 146
Samara bangun dengan efek samping setelah mabuk.
Kepalanya masih terasa sakit dan pusing, tenggorokannya juga kering dan haus.
“Sayang…tuangkan air untukku….” Samara berseru dengan matanya yang masih terpejam.
Segera.
Sebotol air menempel di bibir Samara.
Karena tidak minum air semalaman, Samara langsung menghabiskan satu botol air itu.
Setelah minum, Samara masih terbaring di ranjang dan berkata dengan cemberut, “Sayangku….biasanya saat kamu merawatku, kamu selalu memarahiku karena mabuk, dan tidak lebih baik dibandingkan dengan anak berusia 5 tahun sepertimu….”
“Setidaknya kamu masih tahu diri.” Suara pria yang rendah dan dingin terdengar, “Tahu kalau dirimu tidak lebih baik dibandingkan dengan anak kecil.”
Mendengar itu.
Samara yang masih linglung langsung bangun.
Ini rumahnya!
Kenapa dia bisa mendengar suara Asta?
“Asta, kenapa kamu ada dirumahku?” Samara membuka matanya dan menatapnya dengan panik : “Kenapa….kamu masuk ke kamarku? Gaun….gaunku…..”
Samara segera menyibakkan selimutnya dan menemukan kalau pakaiannya sudah diganti.
Dan—-
Pakaian dalam, bahkan pembalutnya sudah diganti dengan yang baru.
.
Setelah Samara sadar dari keterkejutannya, dia menggertakkan giginya dan bertanya : “Kamu yang membantuku menggantinya?”
“Kalau udak?” Asta menatapnya dengan dingin, bibirnya melengkung dan menunjukkan kedinginannya, “Kamu tidak benar-benar mengharapkan Javier melakukan hal seperti ini untukmu kan?”
“kamu se.” Content protected by Nôv/el(D)rama.Org.
“Meskipun dia adalah putramu, tapi hal seperti ini akan lebih baik kalau saya yang melakukannya kan?” Asta bertanya balik.
Pertanyaan ini membuat wajah Samara seketika memerah, dan sama sekali tidak ada celah untuk membantahnya.
Membiarkan Asta membantunya mengganti pakaian dalam adalah pilihan terakhir, tapi membiarkan Javier membantunya itu adalah pilihan terakhir dari pilihan terakhir!
Samara juga bukan orang yang tidak tahu tata krama.
“Masalah tadi malam…terima kasih…”
“Kamu berterima kasih padaku.” Mata tajam Asta menyipit dan menatap lurus padanya, “Katakan, bagaimana kamu mau berterima kasih padaku?”
Samara terkejut, tapi Asta tidak heran, “Kalau tidak terpikirkan sekarang, tidak apa-apa, kamu boleh berhutang dulu. Lunasi nanti setelah kamu tahu caranya, saya akan membiarkanmu berhutang padaku.”
Perkataan Asta membuat Samara memiliki ilusi.
Dia dan Asta sepertinya akan terus terlibat dan berhubungan ke depannya.
Namun ada suara di kepalanya yang terus mengingatkannya, tidak boleh, tidak boleh, tidak boleh…. Kalau seperti ini terus, dia akan benar-benar jatuh kedalam jaring cinta yang dia tebar dan tidak akan bisa lari lagi.
Diluar pintu.
“Tok tok tok—–”
Sebuah tangan mungil sedang mengetuk pintu, disusul dengan suara anak-anaknya Javier.
“Ibu, apa kamu sudah bangun? Saya sudah menyiapkan sarapan! Saya membuatkan kuotie udang kesukaanmu!”
“Tolong minggir…” Samara menyibak selimut dan keluar dari ranjang, wajahnya terlihat bangga, “Saya mau mandi! Kesayanganku sudah menyiapkan sarapan penuh kasih untukku….”
Ini—–
Setelah dia selesai berbicara, sesaat kemudian suara Javier kembali terdengar.
“Paman Asta, kamu juga cepat keluar ya! Saya juga sudah menyiapkan bagianmu!”
“Baik.”
“Paman, saya akan menunggumu…”
Samara yang mendengarnya sedikit heran.
Sepasang putra kembarnya itu memang terlihat sangat imut dan lembut, namun karakter mereka sangat kual, selain dia ibu mereka, mereka sangat jarang bersikap baik kepada orang lain.
Dia tidak menyangka Javier akan bersikap sebaik ini kepada Asta.
Setelah keduanya mandi, mereka berjalan bersama ke ruang makan.
Javier meletakkan kuotie udang yang baru dipanggang didepan Samara dan Asta, lalu menata sumpit dan memberikan sedikit cuka dengan penuh perhatian.
Kedua tangannya memegangi pipi tembemnya dan menatap mereka berdua sambil tersenyum senyum.
Ibu dan Paman Asta yang disinari oleh sinar matahari.
Membuat keduanya terlihat sangat serasi!
Andai kakak ada disini, pemandangan mereka berempat yang sarapan bersama seperti ini pasti terlihat sangat bahagia.
Samara menyadari Javier yang menatapnya dan seketika menjadi gugup, apakah topeng wajahnya sudah dipakai terlalu lama dan ada yang salah?
Memikirkan itu, dia segera meletakkan sumpitnya dan bergegas ke kamar mandi.