Bab 145
Bab 145
Bab 145
Membiarkan Samara yang tidur dengan tubuh lengket seperti ini kurang baik.
Namun sebelum dia memandikan Samara, Asta pergi ke kamar mandi dan menyiram dirinya sendiri terlebih dahulu dengan air dingin.
Sekali tidak cukup.
Dua kali, tiga kali, empat kali….
Sampai air dingin itu meredam nafsu didalam tubuhnya barulah Asta mematikan pancuran air
Sejak kapan Asta pernah merasa begitu tercekik?
Jelas-jelas dia sudah berada di masa kritis dimana hasratnya sudah berada di ambang pelepasan, malah digagalkan oleh menstruasinya.
Memikirkan dirinya yang terpaksa menggunakan air dingin untuk meredakan nafsunya, Asta hanya bisa tertawa dan menggelengkan kepalanya.
Dia kembali ke kamar.
Dan menggendong Samara keluar dari ranjang menuju ke kamar mandi dan meletakkannya pada bak mandi yang berisi air hangat.
Mungkin karena air hangat ini menambah kenyhmanannya, Samara seperti seekor kucing kecil yang terus bersenandung, lalu berbaring di tepi bak mandi dengan postur yang memanjakan mata pemiliknya.
Wanita ini jelas-jelas tidak tahan pada api.
Namun dia malah tanpa sadar kembali menyalakan api dan hampir membuat Asta merasa sia-sia menyiram diri dengan air dingin.
Asta tidak berani berlama-lama, semakin dia berlama-lama, itu hanya semakin menambah
siksaannya.
Dia mempercepat gerakannya dan memandikan Samara sampai bersih, lalu membalutnya dengan handuk bermotif panda dan menggendongnya kembali ke kamar.
Asta membuka lemari dan langsung menemukan bajunya.
Namun, dia mencari-cari pembalut dan tidak menemukannya.
Karena tidak bisa menemukannya, dia hanya bisa membelinya. Text © owned by NôvelDrama.Org.
Asta turun ke bawah dan bertemu dengan Wilson yang sedang bersandar di Rolls Roycenya sambil merokok.
“Tuan, apakah Anda sudah mau pulang ke kediaman Costan?” Wilson membuang rokok yang ada ditangannya
“Tidak pulang.” Asta melirik Wilson : “Wilson, bisa tidak kamu membantuku membeli…..”
“Tuan, katakan saja….. Wilson sudah dalam keadaan siap siaga.
on su
Satu kata pembalut.
Asta menatap wajah Wilson dan tiba-tiba kehilangan keinginan untuk berbicara.
Wilson sudah ikut dengannya sejak usia 17 tahun, dia bahkan belum pernah berpacaran, mana mungkin dia mengerti.
“Sudahlah.”
“Tuan, ada apa?” Wilson merasa harga dirinya terpukul dan dia penasaran dengan barang apa yang ingin Asta beli.
“Sejak kapan saya harus menjelaskan masalahku kepadamu?” Asta memelototinya, “Kamu pulang saja, besok pagi jam delapan jemput saya dari sini.”
Tuan akan menginap di rumah Samara mala mini.
Kalau begitu, barang yang ingin dibelinya tadi….harusnya kondom kan?
Pantas saja saat Tuan berkata tadi, cara bicaranya sedikit aneh, sekarang sudah jelas kenapa!
Wilson mengira dia sudah memahami situasinya dan tidak berani banyak bicara lagi, dia kembali masuk kedalam mobil dan melaju pergi.
Asta berjalan hingga ke sebuah minimarket yang buka 24 jam.
Dia mengira membeli pembalut adalah hal yang mudah.
Namun saat dia melihat berbagai macam kemasan yang berbeda, Asta mengernyitkan keningnya.
Kapas tipis?
Daya serap tinggi?
Menyegarkan dan menenangkan?
Asta berdiri didepan rak itu, dia mengangkat dan meletakkan kemasan itu berulang kali, dan keningnya mengenyit lebih erat lagi.
“Nak, saya lihat kamu sudah lama berdiri disini?” Seorang bibi penjaga toko menghampirinya, “Apa kamu membantu pacarmu membelinya?”
Pacar
Asta mengerucutkan bibirnya dan mengangguk.
“Iya, pacar”
*Anak ini baik sekali, begitu tampan dan begitu menyayangi pacar, pacarmu beruntung sekali.”
Bibi penjaga toko itu tidak selalu seramah ini, namun karena melihat ketampanan Asta, dia baru menghampirinya.
“Memilih pembalut itu juga perlu memperhatikan seberapa sensitifnya pacarmu?”
“Hm….” Asta memikirkan reaksinya saat berada dibawah tubuhnya, lalu merasakan tubuhnya memanas, “Dia…sangat sensitif….”
Asta mengira kalau Asta mengatakan pacarnya memiliki kulit yang sangat sensitif, jadi dia mengambil pembalut terbaik yang ada di rak dan menyerahkannya kepada Asta.
“Kalau sensitif, beli yang ini saja.”
“Terima kasih, kalau begitu saya akan membeli yang ini.”
Asta mengeluarkan uang 100 ribu dari kantongnya dan memberikan kepada bibi itu dan menyuruhnya untuk menyimpan kembaliannya saja.
Saat kembali ke rumah Samara, dia menemukan Samara yang masih terlelap.
Asta kembali menggendong Samara dari ranjang, dan membantunya memakaikan pembalut yang baru dibelinya seperti seorang ibu.