Chapter 21
Chapter 21
Read Wanita Rahasia CEO by Blezzia Chapter 21
– EDISI SPESIAL FINAL
“Merahasiakan … dari semua orang?” tanya Via dengan suara berbisik, tepat di depan bibir Sean yang baru saja menciumnya.
Pantulan cahaya dari gedung di sekitar membuat bibir keduanya tampak berkilau karena basah.
“Hmm .. mmm …,” gumam pria itu yang diikuti geraman ketika melarikan pucuk hidungnya tepat ke belakang leher Via, sehingga tubuh wanita itu bergetar.
Mata Via kembali terpejam saat Sean meninggalkan jejak-jejak kecupan demi kecupan yang dilakukan secara perlahan di sekitar kulit leher yang sensitive.
“Sean,” panggil Via yang tidak mengerti apa yang tubuhnya inginkan.
“Yes, Baby,” balas Sean sembari menarik pinggang Via hingga badan bagian bawah mereka berdua menempel dekat.
Via terlonjak kaget ketika merasakan sesuatu mendesak di sekitar kewanitaan, membuat Sean tertawa pelan dan sengaja mencium bibir wanita itu untuk menghilangkan protes.
Awalnya Sean hanya menggoda bibir bagian bawah Via dengan gigitan-gigitan kecil, lalu setelahnya dia menyapukan lidah ke dalam bibir wanita itu ketika mulut Via membuka.
Sean menggeram dengan suara berat begitu Via mendesah kala lidah mereka saling bertaut, dan dia pun menggunakan kesempatan itu untuk semakin memperdalam ciuman keduanya hingga Via merasa
seakan tubuhnya melayang, yang tanpa sadar membuatnya
mengeratkan pegangan pada kemeja pria itu.
Seketika saja Via merasa sangat lemas, sehingga Sean menyangga tubuh Via dengan satu lengan yang melingkar di sekitar pinggang belakang agar mereka tetap berada dalam posisi berdiri.
Kaki wanita itu rasanya seperti Jelly, apa lagi ketika Sean mulai meraba ke sekitar perut bagian bawah, sementara kedua tangan Via menahan pipi Sean, karena pria itu hendak menarik diri.
Ibu jarinya mengelus halus rahang Sean yang mulus dari bekas cukuran pagi tadi.
Seketika, rasa yang membuncah di dada membuat Via memaksa untuk memperdalam ciuman mereka dengan tempo yang cepat. Belonging to NôvelDrama.Org.
“Take it easy Baby, take it easy…,”
gumam Sean ketika Via mencoba untuk memburu ciuman keduanya.
Sean kembali mengambil alih perlahan dan membiarkan Via bernapas sebentar. Begitu ciuman itu berhenti, Sean pun membawa tubuh wanita itu ke dalam pelukan dan sepenuhnya menjadi sandaran bagi Via yang nyaris luruh ke lantai.
Ketika mata Via terbuka, pertama kali yang dia lihat adalah mata biru Sean yang intens dengan penuh hasrat membara hingga berubah pekat.
“Apa itu ciuman pertamamu?” tanya Sean dengan sudut bibir melengkung membentuk senyuman.
Kepala Via menunduk ke bawah, dan dia menyembunyikan wajah di dada bidang Sean yang kini bergetar karena tawa.
Merasa malu, Via pun menepuk dada itu pelan.
“Maaf… maaf,” ujar Sean disela tawa yang tidak reda.
Dia pun menarik tubuh Via lebih ke atas, dan mendaratkan satu kecupan di pucuk kepala.
Ada rasa bangga dalam diri karena bisa menjadi yang pertama.
Sean benar-benar tidak mengira kalau Via masih perawan. Wajar saja wanita itu mudah gugup dan tidak bisa menentukan
ritme ketika berciuman.
Menyadari tubuh Via yang perlahan menggigil, Sean pun semakin mengeratkan pelukan dan menatap ke sekitar dimana angin malam mulai berembus kencang.
Tanpa mengatakan apa-apa, dia
Tanpa mengatakan apa-apa, dia menggendong Via di antara kedua lengan yang mengakibatkan wanita itu memekik kaget.
Tangan Via seketika melingkar di leher Sean dan dia pun membenamkan wajah di dadanya. Setelah merasa Via nyaman dalam posisi itu, barulah Sean membawa wanita tersebut menuju penthouse.
Jemari Via memainkan kancing kemeja Sean dengan gerakan memutar, membuat kulit di bawah baju yang pria itu pakai terasa terbakar, sehingga dia pun mempercepat langkah. Bahkan, Sean merasa kesulitan menutupi benda di balik celana saat menuruni tangga menuju lantai di bawahnya.
Mendengar suara Sean yang menggeram, Via pun mendongak, dan bertanya apa yang terjadi.
“Tidak ada,” jawab Sean yang tersenyum dengan gigi beradu serta kulit wajah mengetat karena menahan hasrat.
Dia berharap bisa kuat sebelum lepas kontrol dan melakukannya dengan Via di anak tangga.
“Apa aku berat? Kalau begitu turunkan aku,” kata Via dengan mata panik bercampur malu.
Sean semakin mempercepat langkah dan meyakinkan Via bahwa bukan itu yang menyebabkan dia tersiksa.
“Tidak … tidak, bukan itu masalahnya. Bila kau ingin tahu, coba saja sentuh ke bawah,” kata Sean dengan rahang mengeras menahan sakit.
Via yang bingung akhirnya mengikuti perkataan pria itu, dan seketika matanya membulat saat merasakan sesuatu yang
menonjol dengan ukuran besar ada di … sana. Via yakin, ukurannya tadi tidak sebesar itu. Bagaimana mungkin bisa bertambah?
Seketika Sean menggeram lebih dalam lagi dengan napas memburu, yang membuat Via cepat-cepat melepas remasan yang tidak disengaja; dia pikir Sean hanya menggoda.
Susah payah Via menelan saliva dan pikirannya sudah kemana-mana.
“Sebelum kau bertanya apakah itu muat atau tidak, sebaiknya kita coba dahulu untuk mencari jawaban,” ucap Sean dengan tatapan geli yang mendapat pukulan lagi di dada hingga pria itu kembali tertawa.
Setelah mereka sampai di sebuah kamar berukuran master dengan nuansa maroon d aold Saan nunmaroon dan gold, Sean pun membaringkan Via di atas ranjang king Size. Lampu tidur yang baru saja pria itu nyalakan berpendar dengan cahaya kuning redup, menambah suasana sekitar semakin hangat dan menenangkan.
“Aku jarang menempati penthouse ini,” ucap Sean sembari berdiri di sisi ranjang dan menatap Via yang telentang di hadapan.
Kepala Via menatap sekitar dengan pandangan mengagumi, karena kamar itu jauh lebih besar daripada apartemen Sean di dekat Luna Star.
“Lalu, mengapa …?”
“Entahlah, mungkin karena tempat ini cukup romantis untuk menghabiskan malam berdua,” ucap Sean yang
langsung membuat wajah Via memerah kembali.
Alasan Sean yang sebenarnya karena dia tidak ingin melakukan malam pertama mereka di atas kasur yang biasa dia tiduri dengan puluhan wanita berbeda di masa lalu. Via tidak seharusnya mendapat perlakuan seperti itu, dan Sean merasa sangat salah, namun dia juga tidak mungkin menaruh wanita itu di salah
satu dari dua penthouse yang dia punya.
Bagaimana jika ibunya berkunjung ke penthouse ini dan bertemu Via?
Menaruh wanita itu di penthouse yang Sean tempati di gedung lain juga bukan pilihan sempurna, karena semua alamat koresponden yang dia miliki adalah penthouse tersebut. Belum lagi bila ada pemburu berita yang melihat Via keluar masuk bersamanya di sana.
Setelah dari sini, Sean akan mengganti semua kasur di apartemen dengan yang baru. Dia ingin menghapus setidaknya jejak masa lalu yang dimiliki bersama wnaita-wanita tanpa nama dalam ingatan. Seharusnya dia melakukan itu, sebelum membawa Via ke apartemen yang biasa dia gunakan sebagai tempat untuk bersenang-senang.
Bachelor pad tersebut sudah seharusnya direnovasi.
Menyadari posisinya saat ini, Via pun berguling hendak ke sisi kasur sebelah, namun dengan cepat Sean menaiki ranjang dan menahan tubuh wanita itu tetap di tempat semula.
Via terkesiap karena Sean menarik pingganggnya hingga tubuh mereka beradu. Seketika Sean melingkarkan lengan ke tengah-tengah tubuh wanita
itu dan dapat dia rasakan bukti gairah pria itu menyesaki bokong tanpa tahu malu.
“Se.. Sean …,” ucap Via gugup hingga suhu tubuhnya naik dan rasa penas menjalar dari ujung kepala hingga kaki.
Detak jantungnya yang memacu bahkan tidak membantu keadaan, karena rasanya Via ingin memanjati tubuh pria yang kini memeluknya erat di ranjang.
Tapi di satu sisi Via juga takut, karena ini baru kali pertama.
Untuk membuat wanita itu relaks kembali, Sean mencoba menyentuh Via di beberapa titik tertentu.
Awalnya dia meraba ke balik baju, hingga gadis itu terlena dengan belaian halus yang dia lakukan sebelum melepas kaitan bra yang masih tersembunyi di balik dress.
“Apa kau tidak merasa panas?” tanya Sean sembari mencium tepat di balik telinga dan tengkuk wanita itu, sampai sampai Via mendesah dan tubuhnya menggeliat karena gelenyar aneh di sekujur tubuh.
“Huh?” tanya Via yang tidak mampu berpikir sehingga dia tidak tahu apa yang Sean tanyakan.
Pria itu hanya tersenyum dan membalik tubuh Via hingga berada di posisi bawah sedangkan Sean berada di atas dengan tatapan menyala ketika mengobservasi setiap ekspresi Via yang menerima
sentuhan di titik-titik sensitif, lalu dia menarik pinggang wanita itu sedikit ke udara dan melepas bajunya satu per satu hingga menyisakan bagian tank top serta dalaman.
Sembari merendahkan tubuh maskulinnya, Sean pun menggodanya dengan cumbuan di sekitar dada dan perut wanita itu, yang mendapar respon lenguhan serta suara terkesiap tertahan.
Menyadari dirinya setengah telanjang, tangan Via seketika menyilang di sekitar bahu dan perut, membuat Sean berhenti dan menahan berat tubuhnya di atas wanita itu dengan kedua tangan di sisi kepala Via, sedang mata mereka kembali bertemu.
“Kau memiliki tubuh yang indah, jangan tutupi dariku … please,” bisik Sean yang membuat tangan Via mengendur perlahan dan dia pun kembali dapat melihat tubuh Via dengan bebas.
Sean mendaratkan satu kecupan tepat di salah satu pucuk dada Via dan menggigitnya dari balik bra yang masih
menutupi, membuat punggung wanita itu seketika melengkung ke udara, diikuti sebuah lenguhan panjang dan remasan kedua tangan feminimnya di setiap sisi seprai ranjang.
“That’s it Baby,” bisik Sean di sekujur tubuh Via yang kini hanya ditutupi bra tanpa pengait, sehingga dengan mudah Sean dapat melepaskan. Dia melarikan jari jemari ke perut hingga di antara paha feminim wanita itu, membuat Via mendesah dan menggelinjang di ranjang.
Menyadari wanita itu sudah lebih dulu basah di bawah sana, mata Sean pun berdilatasi, dan seketika tatapan mereka bertemu kembali. Keduanya dapat merasakan semesta yang berputar di sekitar, dan untuk kali pertama; Sean menyadari ada hal yang berbeda terjadi di antara mereka.
Sepertinya sesuatu yang luar biasa menarik keduanya dengan sangat kuat, melebihi chemistry dan veromon, membuat jantung Sean berdetak keras, menyamai ketukan irama jantung Via yang tanpa mereka sadari telah menyerahkan diri dengan utuh untuk dapat dimiliki.
Tanpa mengatakan apa-apa, Sean pun melepas seluruh baju yang melekat di tubuh dan memposisikan diri di antara kedua paha wanita itu.
*SPESIAL EDITION SEAN & VIA BERAKHIR*
Next Chapter