Bab 76
Bab 76
Bab 76 Foto-foto
Meskipun dia sudah tahu betapa tampan cakapnya Finno, dia selalu memandang dirinya karena dia lumpuh.
Tapi sekarang, saat dia melihat dirinya dengan mata kepalanya sendiri, dia akhirnya sadar bahwa sosoknya begitu luarbiasa. Belongs to (N)ôvel/Drama.Org.
Selama ini, dia selalu berpikir bahwa Fabian adalah pria paling luarbiasa yang pernah ditemuinya. Tapi dibandingkan dengan Finno, Fabian terlihat biasa-biasa saja.
Meskipun dia tampilan dalam balutan jas hitam sederhana, Finno memancarkan aura yang unik. Orang lain bisa mengetahui kecenderungan yang ada pada dirinya dan kerendahan hati bawa. Diatas itu semua, ialah gambaran elegan dan sentuhan seksi-nya.
yang
dia
Alin terbuai saat menatap pria itu.
Jika bukan karena fakta bahwa Finno duduk di kursi roda, Alin pasti akan berpikir bahwa semua usahanya untuk bisa bersama dengan Fabian sia-sia begitu saja.
Saat sesi perkenalan itu selesai, para pelayan mulai menyajikan menu makan malam.
Meskipun tergosa oleh hidangan-hidangan menggiurkan didepannya, Vivin mencoba tetap tenang dan hanya mengambil makanan yang paling dekat dengannya saja.
Menyadari Vivin yang terus menahan dirinya, Finno mengambilkan hidangan kesukaannya dan meletakkan di piringnya.
Meskipun itu hanya hal kecil, hal itu membawa keterkejutan pada orang-orang yang berada di meja itu.
Tuan Normando merasa sangat terkejut sampai tatapannya pada Vivin langsung berubah setelahnya.
Untuk Mark, raut wajahnya menggelap namun tidak ada yang tahu apa yang tengah dipikirkannya.
Akhirnya, Fabian adalah satu-satunya orang yang merasa sangat terganggu.
Saat dia melihat betapa romantisnya Finno dan Vivin, dia bisa merasakan amarah didalam dirinya tersulut layaknya api neraka.
Saat matanya dipenuhi oleh amarah, dia tiba-tiba mengejek, “Kelihatannya paman Finno senang memanjakan bibi Vivin.”
Tangan Vivin membeku saat mendengar kata-katanya.
Apa yang ingin dilakukan Fabian sekarang?
Finno dengan tenang melirik Fabian dengan ekor matanya. “Apa salahnya memanjakan istriku?”
Mendengar itu, amarah Fabian semakin memuncak. Saat dia kembali bicara, nada bicaranya menjadi sangat sarkas. “Tidak ada yang salah dengan memanjakannya. Aku hanya takut sifat bibi Vivin tidak cocok dengan perlakuan itu.”
Kata-katanya itu seolah melempar bom ke tengah-tengah meja. Semua orang yang ada di meja utama itu terdiam dan raut wajahnya berubah mengintimidasi.
Wajah Vivin terlihat pucat dan panik.
Sedangkan Finno, raut wajahnya menjadi sangat dingin. “Fabian, apa kau menyindir istriku?”
“Aku tidak bermaksud untuk menyindir sama sekali.” Suasana hati Fabian menjadi lebih baik saat dia tahu bahwa dia sudah berhasil membuat Finno geram. “Hanya saja aku pernah berkuliah di universitas yang sama dengan bibi Vivin. Jadi, aku tahu satu dua hal tentang apa yang dia lakukan saat itu.”
Saat dia mendengar Fabian mencoba membuat semua orang tegang, Tuan Normando adalah orang pertama yang kehilangan kesabarannya.
Dia menghentakkan pisau makannya keatas meja, dia memohon, “Jika kau ingin mengatakan sesuatu, katakan saja. Jangan berputar-putar saja. Kau hanya membuat diriku kesal.”
Sebelumnya, Vivin sudah tahu kalau Tuan Normando adalah seorang tentara yang telah berbakti pada negaranya. Setelah dia meninggalkan militer, dia mulai menjalankan bisnis. Dengan dipenuhi rasa kebijaksanaan dan kebaikan saat menjalankan bisnisnya, dia dengan cepat meraih pijakan di Kota Metro.
Meskipun begitu, dia masihlah seorang tentara. Jadi, dia tidak suka menghabiskan tenaganya hanya demi hal kecil dan tidak suka dengan orang yang tidak jujur.
Wajah Fabian memucat saat dia diperingatkan oleh kakeknya, jadi dia dengan cepat menambahkan, “Kakek, berdasarkan apa yang aku tahu, Vivin rela menjual dirinya saat kuliah dulu. Jadi, kupikir seseorang dengan sifat yang diragukan sepertinya pantas menjadi bagian dari keluarga Normando.”
Wajah Vivin sudah sangat pucat saat mendengar ucapan Fabian.
Entah dia yang tidak mampu memberi penjelasan atau karena dia marah. Yang bisa dilakukannya adalah menatap tajam kearah Fabian yang duduk dihadapannya.
Saat dia selesai bicara, Fabian merasa amarah yang ada didalam dirinya perlahan menghilang. Tepat saat dia ingin mengejek Vivin lagi, dia tidak menyangka akan melihat wajah pucat seseorang beserta sepasang mata yang menatapnya terkejut.
Ada
apa dengan wajah itu?
Orang mungkin akan melihatnya sebagai peringatan tapi kenyataannya itu lebih seperti rasa tidak percaya.
Pada saat itu, dia merasa tatapan wanita itu seperti tusukan jarum pada hatinya, sakit bukan main.
Dalam sekejap saja, dia segera menyesal sudah mengikuti kata hatinya. Tepat saat dia ingin mengatakan sesuatu, dia mendengar seseorang dari meja sebelah yang berteriak kaget.
“Astaga! Apa itu?”
Saat teriakan itu menarik perhatian semua orang, mereka semua mendongakkan kepalanya dan tiba- tiba melihat sebuah layar besar didepan mereka.
Yang lebih mengejutkan adalah sesuatu yang ditampilkan di layar itu.
Ada beberapa foto yang ditayangkan disana.
Saat melihat foto-foto itu, Vivin membeku bak tersambar petir.