Bad 86
Bad 86
Bab 86 Copyright by Nôv/elDrama.Org.
Setelah itu, secara naluriah tatapan Elan bergeser pada bibir Tasya. Bibirnya penuh dan lembut, mengirim sinyal undangan bagi laki-laki itu untuk mengulumnya.
Sementara itu, Tasya, yang sedang membaca pesan terbaru, merasakan ada sepasang mata yang memandanginya, sehingga membuatnya menoleh dan bertemu pandang dengan Elan. Ketika menyadari dan meraba apa yang sedang dipikirkan Elan, ia pun terkejut.
Apakah dia terangsang lagi?!
“Sudah waktunya. Ayo!” Tasya menyimpan ponselnya lalu turun dari mobil.
Di waktu yang bersamaan, tatapan Elan yang penuh nafsu memudar sebelum ia turun dari mobil dan berjalan menuju ke taman kanak-kanak bersama Tasya. Tak lama, dua guru muda yang menyambut di gerbang masuk terpana melihat pasangan yang sedang menuju ke arah mereka
Laki-laki yang berjalan di sebelah Tasya mengeluarkan aura keangkuhan dan kebangsawanan. Meskipun hanya mengenakan kemeja putih dan celana panjang hitam, tinggi badannya yang 191 cm itu membuatnya tampak anggun seperti seorang keturunan ningrat. Apakah ini yang namanya sempurna? Ya Tuhan, apakah ia ayahnya Jodi? Tampan sekali!
“Nona Tasya, apakah beliau ayahnya Jodi?” salah seorang guru perempuan itu bertanya dengan rasa penasaran.
“Ah…” Tasya mengerucutkan bibirnya.
“Ya. Saya ayahnya Jodi.” Laki-laki di sebelahnya mengakui dengan suara berat.
“Silakan masuk. Acaranya akan segera dimulai.” Para guru sekali lagi melirik ke arah Elan. Ya Tuhan! Ibunda Jodi pasti sangat bahagia dengan ini semua! Beruntung sekali bisa menikahi laki laki setampan ini dan memiliki anak yang menawan.
“Jodi dan ayahnya sangat mirip!” salah seorang guru tiba-tiba berkomentar.
Namun Tasya hanya terdiam saat mendengarnya. Ah, yang benar saja? Bagaimana mungkin anakku hisa mirip dengan laki-laki ini? Apakah semua orang yang tampan terlihat mirip sesamanya? Tetap saja, hal yang mustahil bisa terlihat sangat mirip sehingga membuat orang asing menyangka mereka sebagai ayah dan anak, bukan?
Karena acaranya akan diadakan di pekarangan sekolah, mereka sudah menyediakan panggung dan juga deretan kursi untuk para orang tua. Karena Tasya memasukkan Jodi di sekolah biasa, bisa dipahami bila peralatannya terlihat kusam.
Kemudian, anak-anak ke luar satu per satu, sambil memegang ujung kaos orang yang ada di depannya. Seluruh anak terlihat menggemaskan dan bahagia, dengan wajah berseri-seri saat melihat orang tua mereka hadir di sana.
Ketika melihat orang yang diharapkannya hadir, Jodi langsung tersenyum, memperlihatkan deretan gigi putihnya. Elan melambaikan tangan ke arahnya. Saat itu, kehadiran Elan udak hanya memukau para guru tetapi juga angin segar bagi seluruh ibu muda usia yang hadir di sana. Mereka menatap Elan dengan seksama, seakan ia akan bisa menjadi miliknya bila lama
dipandangi.
Bahkan para ayah turut juga mengamati Elan dari atas ke bawah sambil berpikir, Sungguh tidak adil, laki-laki ini bisa memiliki begitu banyak kelebihan, padahal kita sama-sama laki-laki? Bagaimana dia bisa setampan itu dan memiliki postur tubuh ideal, terlihat anggun, cerdas dan juga kaya-raya?
Elan melipat lengannya dengan penuh wibawa sambil memandang Jodi. Saat itu, tatapannya sangat lembut, seolah-olah ia tengah benar-benar mengamati anaknya sendiri.
Tepat setelah kepala sekolah selesai berpidato, para guru mulai membawa anak-anak naik ke atas panggung untuk acara pertunjukan kelas. Untuk kelas 3, setiap anak tampil sebagai malaikat yang menggemaskan, lalu diikuti anak-anak kelas 2 yang menari mengikuti alunan lagu yang indah. Jodi pun adalah bagian dari mereka.
Setelah itu, anak-anak paling kecil yang masih di kelas 1 naik ke atas panggung sebelum beberapa dari mereka mulai menangis, membuat beberapa orang tua yang ada di bawah panggung tertawa, begitu pun Tasya. Saat mendongak dan bertemu pandang dengan Elan, yang duduk di sebelahnya, tiba-tiba Tasya menyadari bila ada kelembutan di wajahnya yang biasa dingin dan kaku.
“Baiklah. Kami meminta para orang tua untuk segera mengganti pakaian dengan yang sudah disiapkan setelah ini karena acara aktifitas keluarga akan segera dimulai.”
Setelah mendapat seragam, semua yang hadir, termasuk Elan, beranjak ke ruang ganti untuk mengganti pakaian. Tak lama kemudian, semua berkumpul, dan Elan berdiri di tengah kerumunan, mengenakan kaos kuning. Meskipun hanya mengenakan kaos biasa, Elan membuatnya menjadi terlihat mahal, seolah bernilai puluhan juta.