Bad 44
Bad 44
Bab 44
“Tasya, rindukah kamu padaku setelah lama kita berpisah?” Nando memegang dagunya dan menatap Tasya dengan penuh kasih sayang dan mata yang menggoda.
Tasya mengalihkan pandangannya, dan ketika dia melihat Nando, dia tersenyum. “Tentu saja!”
Kemudian, dia mengeluarkan kunci mobil dengan gantungan kunci kristal yang terpasang. “Setiap aku merindukanmu, aku selalu mengambil ini dan melihatnya. Bagaimana dengan punyamu? Kamu tidak membuangnya, kan?”
Tasya agak malu. “Aku lupa membawanya kesini.”
“Kamu? Bisa-bisanya kamu tidak menyimpan hadiah yang kuberikan padamu dengan baik? Aku akan membelikanmu yang lain nanti,” Nando memarahinya sambil tersenyum.
“Apakah perlu?”
“Ya, aku akan membeli sepasang lainnya. Satu untukmu, dan satu untukku. Di saat kita berjauhan, kita dapat memandanginya untuk mengobati kerinduan kita.” Nando juga cukup romantis dan kini, apa yang ada dipikirannya hanyalah Tasya.
“Oke! Aku akan pilihkan nanti dan kuberikan satu untukmu.”
“Sepasang gantungan kunci, dan harus pasangan yang cocok.”
“Baiklah.”Tasya mengangguk sambil tersenyum. Saat dia memalingkan muka, matanya sekali lagi bertemu dengan mata dingin milik pria yang duduk meja sebrang. Entah kenapa, dia merasa tatapan Elan menjadi lebih dingin seolah-olah seseorang telah menyinggung perasaannya.
Hari ini Roy diajak makan siang bersama oleh Elan karena ada pekerjaan yang harus dibicarakan, tetapi setelah ditunggu-tunggu, Elan tidak berbicara tentang pekerjaan sama sekali. Malah, Elan semakin menunjukkan ekspresi yang tidak sedap dipandang di wajahnya. Roy telah bekerja dengan Elan selama lima tahun, dan dia adalah orang yang paling dekat dengan Elan, jadi dia tahu kenapa ekspresi Elan seperti itu.
Tak lama kemudian, hidangan makan siang yang mewah datang. Karena Tasya sudah lapar, dia langsung mulai makan.
“Ini enak! Coba cicipi.” Nando mengambil beberapa makanan dengan garpu dan menyodorkannya ke mulut Tasya yang nampak terkejut. Tanpa sadar, dia membuka mulutnya dan mulai menggigit.
“Gimana? Enak?” tanya Nando dengan senyum bahagia.
Rasa hangat sekilas merambat di wajah Tasya, dia sadar bahwa ini adalah sesuatu yang hanya dilakukan oleh pasangan! Namun, dia mengangguk. “Ya, enak.”
Pria yang duduk di seberang, melihat sikap mesra mereka dengan wajah muram. Menghadapi makan siang di depannya, dia jadi tidak selera untuk menyentuhnya.
“Pak, mari dimakan! Nanti sore, kita harus kembali ke Grup Prapanca untuk rapat.” Roy mencoba membujuk bosnya. Elan sebenarnya bukan tidak mau makan, tetapi hanya karena dia marah melihat Tasya mengumbar
Setelah menikmati udang keju, Tasya tidak menyadari kalau ada saus keju yang tertinggal di sudut mulutnya. Tetapi Nando, yang duduk di depannya melihatnya, lalu dia menyipitkan matanya dan tersenyum. “Jangan bergerak.”
Seketika Tasya diam tak bergerak. Dia kemudian mengedipkan matanya yang indah dan menatap Nando yang mengulurkan tangannya dengan lembut dan jari-jarinya menyeka sudut mulut Tasya. “Ada
saus yang tertinggal.”
Seketika, wajah Tasya memerah, dan buru-buru meraih serbetnya dan menyeka sudut mulutnya dengan elegan. Namun demikian, Tasya terlihat tersipu malu walaupun tetap anggun. Bukan hanya Nando yang tertarik padanya, nbahkan pria di meja di seberang mereka juga menyipitkan matanya saat melihatnya.
“Aku ke kamar kecil,” ujar Tasya lalu bangkit dan pergi. NôvelDrama.Org owns © this.
Tidak lama setelah Tasya menuju kamar kecil, Elan juga mengikutinya. Ketika Nando berbalik, dia melihat Roy sendirian.
“Dimana sepupuku?” dia bertanya.
“Pak Elan keluar untuk menerima telepon,” jawab Roy, meskipun dia melihat bahwa Elan jelas-jelas pergi ke arah kamar kecil.
“Oh!” jawab Nando, dan tidak terlalu memikirkannya.
Di kamar kecil, Tasya baru saja keluar setelah mencuci tangannya ketika dia tiba-tiba melihat Elan merokok di area merokok di sebelah koridor. Jari-jarinya yang panjang menjepit rokok, menghisapnya dan mengepulkan asapnya hingga menutupi wajahnya yang dingin tapi tampan. Tasya pura-pura tidak melihatnya dan melewatinya sambil berpura-pura merapikan rambut panjangnya. Namun, ketika dia sema tangan pria itu dengan elegan mematikan rokoknya, dan ketika Tasya melewatinya, dia meraih pergelangan tangannya dengan kuat sehingga susah bagi Tasya untuk melepaskannya. Kemudian Elan mendorong Tasya ke dinding yang jauh dari area merokok.
“Elan, apa yang kamu lakukan? Sakit…” Tasya merasa seolah tulangnya akan dihancurkan olehnya.