Menantu Pahlawan Negara

Bab 711



Bab 711 Kamu Tidak Pantas Mewakili Keluarga Misra

Melihat reaksi para petugas keamanan, semua tamu undangan yang berada di dalam hal menatap Ardika dengan sedikit terkejut.

Eh? Ada apa dengan suami idiot Luna itu?

Bisa–bisanya dia menakut–nakuti para petugas keamanan hotel ini! NôvelDrama.Org holds text © rights.

Saat ini, tiba–tiba Wisnu tertawa dingin dan berkata, “Ardika, kamu terlalu memandang tinggi dirimu sendiri. Tentu saja kami mengenalmu. Kamu adalah pecundang dan idiot yang sangat terkenal di seluruh penjuru Kota Banyuli.”

Dia melambaikan tangannya dan berkata dengan tajam, “Kenapa kalian masih melamun saja di sana?! Aku memerintahkan kalian atas nama Keluarga Misra untuk menghajar idiot ini dan melemparnya keluar, lalu melempar istrinya sekeluarga keluar juga!”

“Apa kalian mau mendengar perintahnya?”

Ardika menatap para petugas keamanan itu sambil tersenyum tipis.

“Tuan Ardika, ini….

Para petugas keamanan membuka mulut mereka, tetapi mereka tidak tahu harus berkata apa.

Bulir–bulir keringat dingin sudah mulai bercucuran dari di mereka.

Kali ini, para tamu undangan menatap Ardika dengan tatapan terkejut bukan main.

Bahkan Luna juga merasa sedikit terkejut,

Jelas–jelas Wisnu sudah memberi perintah pada para petugas keamanan itu atas nama Keluarga Misra.

Namun, para petugas keamanan itu malah tidak berani bergerak sama sekali.

Apa mungkin ada sesuatu dalam diri Ardika yang membuat mereka jauh lebih takut dibandingkan Keluarga Misra?

“Apa kalian sudah tuli?! Apa kalian nggak bisa mendengar ucapanku?! Kalian menganggap remeh Keluarga Misra, ya?!”

Melihat para petugas keamanan masih tidak bergerak, Wisnu berteriak dengan penuh amarah.

“Huh! Memangnya kamu layak mewakili Keluarga Misra?”

Tepat pada saat ini, tiba–tiba terdengar suara dingin seseorang.

Semua orang mengalihkan pandangan mereka ke sumber suara itu.

Mereka melihat seorang pria paruh baya dengan aura mengesankan yang diikuti oleh sekelompok orang sedang berjalan memasuki hall tanpa ekspresi.

“Tuan Gilang Keluarga Misral”

Beberapa orang di antara tamu undangan langsung mengenali pria paruh baya itu.

Seketika itu pula, semua orang langsung berseru dengan kaget.

“Kakek Gilang, aku… aku nggak layak!”

Begitu melihat orang yang berbicara adalah Gilang, Wisnu langsung berkata dengan terbata-

bata.

Hari ini dia sudah melihat sendiri kehebatan pria paruh baya itu.

Dalam lubuk hatinya, dia sangat takut pada pria itu.

Gilang berjalan menghampiri Wisnu dan meliriknya tanpa ekspresi, lalu bertanya dengan acuh tak acuh, “Siapa yang mengizinkanmu untuk mengusir mereka keluar?”

Saking ketakutannya, tubuh Wisnu langsung gemetaran.

Dia membungkukkan badannya, sudah tidak bisa berkata–kata lagi.

Tuan Besar Misra Basagita berjalan menghampiri mereka, lalu tersenyum dan berkata, Gilang, aku yang memerintahkan satpam untuk mengusir mereka sekeluarga. Mereka nggak bersedia mengganti marga, itu artinya mereka memandang rendah Keluarga Misra….”

Bisa–bisanya Tuan Besar Misra Basagita mengatai putra kandungnya dan cucu kandungnya seperti itu.

Hati para tamu undangan diselimuti oleh perasaan jijik.

Pada saat bersamaan, mereka juga melemparkan sorot mata simpati kepada Luna sekeluarga.

Tidak patuh pada Keluarga Misra, Luna sekeluarga pasti akan tertimpa musibah.

Namun, kata–kata yang keluar dari mulut Gilang selanjutnya di luar dugaan semua orang.

Tiba–tiba, Gilang berkata dengan dingin, “Viki, kamu pikir kamu siapa? Apa kamu berhak menilai bagaimana pandangan orang lain terhadap Keluarga Misra?”

Dalam sekejap, ekspresi terkejut tampak jelas di wajah semua orang.

Kemudian, mereka melemparkan sorot mata jijik ke arah Tuan Besar Misra Basagita.

Dasar pria tua bangka.

Tidak hanya menambahkan marga istrinya tepat di belakang namanya, dia bahkan membawa seluruh keluarganya untuk berganti marga.

Tindakannya ini membuatnya dinilai sebagai pengkhianat leluhur oleh orang lain.

Namun, setelah melakukan pengorbanan sebesar ini, anggota inti Keluarga Misra malah memperlakukannya seperti memperlakukan seorang pelayan.

Di usianya yang senja, kehidupannya bahkan lebih buruk dari seekor anjing!

Merasakan sorot mata jijik yang dilemparkan oleh para tamu undangan ke arahnya, Tuan Besar Misra Basagita merasakan aura dingin mengalir di punggungnya.

Dia memaksakan seulas senyum dan berkata dengan suara rendah, “Gilang, bukankah kamu yang memintaku untuk….”

Tiba–tiba, Gilang mendengus dingin.

Sontak saja reaksi Gilang membuat Tuan Besar Misra Basagita tidak berani melanjutkan kalimatnya lagi. 2

Ardika mengamati interaksi antara keduanya dengan saksama.

Dia melirik Gilang dengan sorot mata sedikit dingin.

“Viki, siapa yang memberimu wewenang untuk mengusir tamu kehormatan Keluarga Misra?!” tanya Gilang sekali lagi dengan nada menyalahkan dan dingin.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.