Bab 57
Bab 57 Sandiwara Peter
Yono datang dengan cepat.
Tanpa basa–basi, Peter langsung menamparnya beberapa kali dengan keras.
“Bagus!”
Para penonton langsung bersorak dan memuji Peter sebagai anak orang kaya yang baik.
Setelah menendang Yono, Peter pun berkata, “Pergi kamu! Berani merundung Bibi Desi, kamu Owned by NôvelDrama.Org.
dipecat.”
Setelah mengusir Yono, Peter melihat ke arah Novi dan keluarganya yang tercengang.
“Tadi kalian yang ingin mengusir Bibi Desi dari Hotel Puritama, ya? Jangan mengira kalian memesan tempat di hotel kami, kalian bisa merundung orang lain sesuka hati. Cepat kembalikan uang kepada mereka, suruh mereka pergi.”
Novi dan keluarnya juga diusir pergi.
“Peter, terima kasih banyak. Kalau nggak ada kamu, Bibi pasti akan merasa malu seumur hidup.
Dua hal yang dilakukan Peter membuat Desi lega dan berterima kasih padanya.
“Bibi Desi, kamu juga tahu kalau aku menyukai Luna. Jangan sungkan denganku.”
Peter memapahnya sambil berkata, “Bibi nggak usah khawatir untuk pesta pindah rumah besok. Aku sudah membatalkan pesanan Tuan Ardika atau siapalah itu. Besok, Bibi bisa memakai Hall Utopia. Aku akan menyuruh mereka untuk mengaturnya dengan baik.”
“Serius Peter? Kamu baik sekali. Besok kami harus datang ke pesta pindah rumah Bibi, ya? Aku
akan menyuruh Luna untuk berterima kasih padamu.”
Desi sangat gembira.
Itulah yang diinginkan Peter.
Setelah tujuannya tercapai, Peter mengatur mobil untuk membawa Desi pulang ke Vila
Cakrawala.
Kompleks Prime Melati, departemen proyek.
Luna menatap beberapa orang di depannya dengan tatapan dingin.
Kepala proyek, Aripin Sutoro.
Manajer penjualan, Lukman
Kepala bagian teknik, Roy.
Tiga orang ini merupakan personel manajemen penting di Kompleks Prime Melati.
Mereka ternyata bekerja sama untuk menodong Luna.
“Bu Luna, kami bertiga merupakan senior di proyek ini. Sejak proyek ini dimulai, kami sudah bertanggung jawab atas berbagai urusan. Pekerjaan kami juga nggak buruk. Jadi, mohon nggak usah mengatur pekerjaan kami. Kita kerjakan urusan masing–masing,” ucap Aripin dengan santai
sambil menggigit rokok.
Tiga orang itu merokok di dalam ruangan sehingga dipenuhi asap rokok.
Luna sudah mengingatkan mereka beberapa kali dan menyuruh mereka merokok di luar. Namun, mereka tidak mau mendengarkannya dan malah tambah parah. Sepertinya mereka sengaja
memprovokasi Luna.
J
Paling tidak, tujuan mereka sudah tercapai. Beberapa karyawan sudah mengelilingi ruangan ini.
Meskipun mereka terkejut dengan kecantikan wakil manajer umum yang baru ini, mereka tetap meremehkan Luna karena melihat Luna tak berdaya di hadapan Aripin dan dua orang lainnya.
Luna berkata dengan nada dingin, “Jadi kalian ingin memerintahku?”
Luna datang untuk bekerja, dia juga ingin mengerjakan proyek Kompleks Prime Melati dengan
baik. Dia bukan datang untuk menjadi pajangan.
Sebelumnya, Wisnu dan ayahnya tidak bisa bekerja dengan benar. Aripin dan dua orang lainnya juga terus melakukan korupsi di proyek, pantas saja progres proyek berjalan dengan lambat.
Grup Agung Makmur terus memasukkan uang ke proyek ini, tapi uang yang masuk tidak
memberikan hasil yang setimpal.
Saat itu, Luna sangat marah dan ingin memecat tiga orang tersebut.
Siapa sangka, hari
i Aripin dan dua orang lainnya malah bertengkar dengannya
Ketika mereka bekerja dengan Yanto dan anaknya, Aripin dan dua orang lainnya bisa mendapatkan banyak keuntungan. Sekarang, Luna yang dikirimkan oleh kantor malah
mengganggu rezeki mereka.
Hehe. Bagaimana seorang wanita bisa mengancam mereka?
“Bu Luna, bukan begitu. Kami tak bermaksud untuk memerintahmu. Kami sudah bilang, kita
kerjakan urusan masing–masing. Kamu nggak usah ikut campur kerjaan kami.”
Manajer penjualan yang bernama Lukman sudah berpengalaman. Dia juga berkata sambil tersenyum ceria.
Lukman juga sambil menikmati wajah Luna yang sedang marah.
+15 BOI
“Semua urusan proyek diambil alih oleh kalian bertiga. Sekarang, kalian bilang aku nggak usa ikut campur. Apa lagi yang bisa kukerjakan?”
Luna berkata dengan dingin, “Jangan lupa, ini adalah proyek Grup Agung Makmur. Bukan kerajaan kalian.”
“Kalau begitu, Bu Luna tidak setuju, ya?”
Kepala teknik yang bernama Roy mengembuskan asap rokok. Dia sudah malas bertengkar dengan Luna
Roy pun langsung berkata, “Kalau begitu, aku hanya bisa mengundurkan diri. Silakan cari ora
lain.”
“Haha. Kalau Roy sudah berkáta seperti itu, aku pasti harus ikut. Aku juga nggak mau kerja la ucap Aripin sambil menepuk meja.
“Aku juga sama.”
Lukman ikut berdiri.
“Kalian mengancamku dengan pengunduran diri?”
Tubuh Luna tampak gemetar karena kesal.