Chapter 85
Chapter 85
Bab 85
Axel dan Alina sudah pergi.
Hiro melirik Reva dengan mengejek: “Kak ipar, tadi kau bertaruh dengan nyawamu kan?”
“Hehe, aku telah mengingatnya di hatiku jangan sampai kau melupakannya!”
Setelah Hiro selesai berbicara, dia berjalan keluar dengan angkuh dan arogan.
Reva mengerutkan keningnya. Axel dan Alina terlalu berprasangka buruk padanya. Tidak mudah baginya untuk meyakinkan mereka.
Nara menghela nafas dan berkata, “Bos Kosasih ini sudah jelas – jelas seorang penipu tetapi orang tuaku tidak mau mendengarkanku. Aihh, apa yang bisa aku lakukan?”
Reva berpikir sejenak: “Yang paling penting sekarang adalah jangan sampai orangtuamu bermain – main dengan dana perusahaan. Dengan begitu meskipun orang tuamu tertipu tetapi kerugiannya tidak terlalu banyak!”
“Oke, aku akan mengawasi rekening perusahaan ketika aku kembali nanti.”
Tidak lama setelah Nara keluar, dia berlari kembali dan menangis, “Reva, sesuatu telah terjadi, rekening … rekening perusahaan berkurang 300 juta dolar!”
Reva yang baru saja hendak pergi ketika dia mendengar ini seluruh tubuhnya terguncang
Tiga ratus juta dolar bukan jumlah yang sedikit!
“Ke mana perginya uang itu?” Reva bertanya dengan cemas.
Nara: “Aku juga tidak tahu!”
“Hana yang bertanggung jawab atas keuangan sekarang, dia … dia tadi mengatakan bahwa dia menerima perintahku untuk mentransfer uang ke rekening…”
“Tapi, aku tidak pernah mentransfer uang dan segel resmi perusahaan saja tidak ada padaku!”
Ekspresi Reva tiba-tiba berubah: “Pasti orangtuamu yang telah mentransfernya!” This material belongs to NôvelDrama.Org.
Nara: “Mengapa… mengapa mereka mentransfer begitu banyak uang?”
Reva berkata dengan cemas, “Sudah pasti mereka di tipu oleh bos Kosasih!”
“Cepat cari mereka dan tanyakan dengan jelas apa yang terjadi.”
Keduanya bergegas ke atas dan langsung menuju ke kantor Axel.
“Pa, rekening perusahaan kehilangan 300 juta dolar, uangnya kemana?”
Ekspresi Axel tampak berubah ketika dia mendengar kata-kata itu.
Dia saling memandang dengan Alina kemudian dia berkata dengan serius: “Nara, kau sudah mengetahuinya.”
“Baiklah, aku juga tidak akan menutupinya darimu lagi.”
“Aku yang mentransfer uang ini. Aku bekerja sama dengan bos Kosasih untuk membeli sebidang tanah dan berencana untuk mengembangkan real estate…”
“Apa!?” Nara berseru dengan panik, “Kau…kau mentransfer uang itu ke bos Kosasih? Pa, dia adalah seorang penipu!”
“Diam!” Axel menggebrak meja dengan marah: “Aku akan mengatakannya sekali lagi yah, bos Kosasih bukan penipu, dia adalah penolong keluarga kita.”
“Dia adalah penipu!” Nara meraung.
“Sudah berapa lama kalian mengenalnya, seberapa banyak yang kalian ketahui tentang dia dan kalian dengan enteng mentransfer 300 juta dolar kepadanya?”
“Pa, apakah kau sudah gila?”
Alina tiba-tiba menjadi marah dan menegur Nara: “Bagaimana cara kau berbicara dengan papamu!”
“Untuk siapa papamu melakukan ini semua jika bukan untukmu?”
“Apakah kau tahu berapa revenue dari proyek ini?”
“Sepuluh kali lipat! Sepuluh kali lipat!”
“Dengan menginvestasikan 300 juta dolar setidaknya revenuenya bisa lebih dari tiga
miliar dolar!”
“Dengan uang sebanyak itu keluarga kita bisa menjadi salah satu keluarga terpandang di Kota Carson. Ini adalah kesempatan bagi keluarga kita untuk bangkit kembali, kau tahu tidak?”
“Kami hanya mempunyai dua anak perempuan, kau dan Hana. Kami melakukan ini semua kalau bukan untuk kalian berdua lalu untuk siapa lagi? Bagai… Bagaimana kau bisa melukai kebaikan hati papamu?”
Wajah Nara tampak sedih dan pilu, orang tuanya selalu berkata melakukan segalanya demi dia tetapi mereka tidak pernah memikirkan perasaannya.
Reva berkata dengan sungguh-sungguh, “Pa, Ma, aku menjamin dengan nyawaku bahwa bos Kosasih ini adalah seorang penipu!”
“Cepat beri tahu alamatnya kepadaku. Aku akan pergi dan mengambil uangnya kembali.”
“Kalau terlalu lama nanti sudah terlambat!”
Mendengar ini Alina begitu marah. Dia menggebrak meja dan berkata, “Diam, aku melarangmu berkata seperti itu terhadap bos Kosasih!”
Beberapa orang di dalam ruangan itu mulai bertengkar dan kebetulan sekali seorang karyawan lewat disana.
Dia mendengarkan pertengkaran yang terjadi diruangan itu lalu secercah cahaya terang melintas di mata karyawan itu.
Kemudian dia dengan diam-diam pergi ke kamar mandi di belakang lalu mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan.
Next Chapter