Bab 44
Bab 44
Bab 44
Setelah Samara turun ke bawah, benar di bawah cahaya lampu jalan telah berhenti sebuah mobil merk Hummer.
Di bawah cahaya lampu jalan yang kekuningan, tampak bayangan panjang seorang pria yang berdiri tegak.
Hanya sebuah bayangan, sudah cukup membuat orang mengetahui apa yang dimaksud dengan kesempurnaan, ini juga membuat Samara jatuh dalam renungan. All content © N/.ôvel/Dr/ama.Org.
Mendengar suara langkah menuruni tangga, Asta berpaling, dan tatapannya jatuh pada tubuh wanita itu.
Samara benar benar mengkhawatirkan keadaan Oliver, begitu buka mulut langsung bertanya kepada Asta: “Bagaimana keadaan Oliver?”
“Tidak begitu baik.”
Samara menggigit bibirnya dengan kencang, matanya tanpa dapat ditutupi penuh dengan rasa khawatir.
Asta membantu Samara membuka pintu mobil di samping pengemudi, dengan hati yang cemas Samara duduk di dalamnya.
Di perjalanan.
Malam ini kamu terpaksa tidak bisa pulang ke rumah.” Asta berkata dengan pelan, tanpa ekspresi.
“Saya tahu.”
**Sayangmu tidak keberatan?”
Mendengar ini, Samara seperti orang bodoh, mata bulatnya yang lembab menatap pria yang sedang mengemudi
“Waktu saya keluar rumalı, sudah melihat ke kamarnya, dia sudah tidur, tidak bisa dikatakan dia keberatan atau tidak.”
Asta tiba tiba dapat menangkap ini sebenarnya lari perhatian ini: hamu dan dia..bukan tidur bersama dalam satu kamar?”
Mengikuti perkataannya baIUNII, mata Asta berubah menjadi semakin lembut, sudut bibirnya yang suram langsung berubah menjadi senang
Samara melirik sekejap rasa senang yang ditampilkan Asta, tanpa dapat dicegah dia mengernyitkan keningnya: “Asta, kamu kelihatannya sangat memperhatikan sayangku?”
“Iya.” Asta mendengus, lalu melirik Samara: “Kalau ada kesempatan pasti ingin bertemu.”
Setiap kata yang diucapkan Asta, sepertinya tidak ada masalah.
Tetapi setelah didalami oleh Samara, dia malah merasakan adanya api cemburu di dalamnya.
Rasa permusuhan….terhadap saingan cinta? Ipakah mungkin?!
Dia sekarang memakai topeng wajah yang penuh dengan bintik-bintik, bahkan dirinya sendiri juga tidak suka dengan penampilannya, tidak mungkin Asta mengabaikan wajah jeleknya dan melihat hati nuraninya yang baik?
Selanjutnya dalam perjalanan, kedua orang ini tidak berbicara, masing masing tenggelam dalam pemikiran sendiri.
Sampai di kediaman Costan.
Samara mengikuti Asta, berjalan sampai pintu masuk utama.
Pak Michal yang melihat Samara, langsung melambaikan tangannya: “Nona Samara, untung kamu sudah datang, cepatlah keatas melihat Tuan kecil kami? Dia sekarang sakit perut, tetapi tidak mau pergi ke dokter, berteriak terus ingin berjumpa denganmu.”
Samara dan Asta saling bertatapan, jantungnya seperti tiba tiba dipelintir.
Dia tidak sadar sandalnya terbalik, dengan tergesa gesa naik ke arah lantai dua.
Pak Michal sebenarnya juga ingin ikut keatas melihat situasi, tetapi dipanggil oleh Asta yang berada di belakang.
-Pak, sekarang sudah larut malam, cepatlah pergi beristirahat.”
“Tetapi bagaimana dengan Tuan kecil…..”
Asta menjawab dengan santaiAda saya dan dia, Oliver tidak akan ada masalalı.”
Sebenarnya Pak Michalmasili mempunyai banyak pertanyaan, tetapi menghadapi mala tajam Asta yang penuh keyakinan, dia pun merasa kekhawatiran dirinya sudah berlebihan,
“Pak malam ini sudali menyusalikan kamu.”
“Ini sudah kewajiban waya
Pak Michæl mengawasi bayangan Asta yang naik keatas, tiba tiba lahir sebuah perasaan dalam dirinya.
Nona Samara ini, lebih mirip Ibu Tuan Kecil dan Nona Kecil jika dibandingkan dengan Samantha.
Perasaan khawatir, perhatian dan sebagainya terhadap anak anak….yang belum pernah dilihatnya dari Samantha.
Dia sekarang sepertinya sudah sedikit mengerti, mengapa Tuan Kecil dan Nona Kecil yang begitu sulit diatasi bisa begitu suka dengan Nona Samara yang bertampang jelek ini?
Di dalam kamar anak anak.
Oliver yang mendengar suara langkah yang tergesa gesa, mata hitamnya berputar putar.”
“Olivia, Samara sudah datang, saya akan naik ke tempat tidur.”
Olivia mengetahui kakaknya sedang berpura pura sakit, dia menganggukan kepalanya menuruti perkataan kakaknya, memberi tanda agar dia tidak usah khawatir.
Samara yang baru masuk ke dalam kamar, sudah menjumpai bocah yang rebahan di atas tempat tidur, berteriak teriak sambil memegangi perut kecilnya.
“Sakit….”
“Apakah saya akan segera mati?”
“Saya sangat ingin bertemu Samara…..sebelum saya mati karena kesakitan, semoga bisa bertemu sekali lagi dengan Samara.”
Sebenarnya Oliver ingin memerankan model yang liar, yang berteriak teriak, tetapi waktu latihan ladi, sudah diprotes oleh Asta yang menyuruhnya berhenti.
Akhirnya Asta yang turun tangan sendiri, mengajarinya mau bagaimana memerankan adegannya
Samana yang menjumpai Oliver berguling guling diatas tempat tidur, tanpa memperdulikan yang lainnya, langsung menghampiri tempat tidurnya: “Oliver, sudah berapa lama sakitnya? Bagaimana rasa sakitnya? Apakah kamu ada makan sesuatu yang khusus?
Oliver sebenarnya hanya ingin menjumpai Samara, Samara bisa datang melihatnya dia sudah
merasa puas.
Telapi melihat Samara begitu yakin dia sakit perut, terpaksa dia terus melanjutkan sandiwaranya.
“Samara, saya….saya tidak tahu sudah berapa lama, yang pasti sangat sakit sekali.”