Bab 3
Bab 3
Alfa mengantarkan Olivia kembali ke rumah. Sejak berpisah dengan wanita itu, wajah kecil Olivia terlihat sangat sedih. Olivia merasa tidak senang, dan setelah pulang kerumah dia bahkan menggelengkan kepala terhadap eskrim kesukaannya, matanya memerah bagaikan seekor kelinci dan berlari masuk kedalam kamarnya. Alfa terpikirkan raut wajah dingin dan menyedihkan dari Olivia, bukankah itu jelas-jelas akan membuat kakaknya memenggalnya! Dia membalikkan badannya perlahan-lahan kearah Asta yang sedang duduk di sofa. Pria itu mengenakan kemeja hitam dan celana setelan jas, yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Fitur wajahnya sangat indah, seperti seorang dewa, sepasang mata tajamnya yang gelap bagaikan langit malam, dan dingin sedingin danau es, membuat orang yang melihatnya bergidik. “Katakan, apa yang kamu lakukan pada Olivia?” “Kak, demi Tuhan, putri kecil itu tidak mengangguku saja saya sudah sangat bersyukur! Mana berani saya menganggunya?” Bagaimanapun Alfa juga merupakan Tuan Muda kedua dari Keluarga Costan, tapi sejak Asta membawa Oliver dan Olivia kerumah lima tahun lalu, posisinya sebagai tuan muda langsung diturunkan menjadi pengasuh. Asalkan ada sedikit yang salah pada kedua putra putri kesayangan keluarganya itu, maka dia yang akan menanggung deritanya, tanpa peduli apapun alasannya! Tapi sebelum itu, Alfa merasa akan lebih baik kalau dia memberitahukan poin utamanya terlebih dulu. “Kak, ada kemajuan pesat, Olivia sudah bisa berbicara.” Mendengar hal itu, mata tajam Asta menjadi sedikit lebih hangat, dan senyuman tipis terukir di wajahnya. “Apakah perjalananmu membawa Olivia ke Paris untuk menemui Profesor James untuk berobat dibilang berhasil?” “Bukan, bukan, benar-benar bukan seperti itu.” Alfa menggelengkan kepalanya : “Saya juga bukannya tidak tahu tentang permasalahan psikologis Olivia dulu. Profesor James hanyalah melakukan perawatan rutin pada Olivia kali ini, dan tidak jauh berbeda dengan pengobatan-pengobatan sebelumnya.” “Lalu apa yang membuahkan hasil ini?” “Kak, hari ini Olivia bertemu dengan seorang wanita berkisar 20 tahunan di bandara. Olivia sangat menyukainya, dan terus memanggilnya ibu. Dan saat dia berpisah dengannya, tatapan sedihnya itu bahkan tidak pernah terlihat sebelumnya, aduh, matanya yang bulat dan besar itu basah dan terus menitikkan air mata!” Alfa teringat dengan kejadian tadi siang, dan masih merasa aneh. Saat Asta membawa kedua bayi kembar itu kerumah, dia tidak memberitahukan kepada orang lain siapa ibunya, tapi didalam hati Keluarga Costan tahu dengan jelas kalau ibu dari
kedua anak ini adalah Nona Muda dari Keluarga Wijaya, Samantha. Putri kecil itu saja tidak memanggil ibu pada ibu kandungnya sendiri, kenapa malah meneriaki seorang wanita asing sebagai ibunya? Asta memicingkan matanya dan merasa sama bingungnya : “Bagaimana wanita itu?” “Wanita itu sangat jelek, wajahnya penuh dengan bintik-bintik.” Alfa mencoba mengingatnya dengan keras : “Figur wajahnya juga biasa-biasa saja, sangat tidak berkesan.” “Alfa, siapa yang menanyakan padamu dia cantik atau jelek?” Alfa : “……” Asta berkata dengan serius : “Alfa, karena kamu sudah tahu kalau wanita itu sangat istimewa bagi Olivia, kenapa kamu tidak mengutus seseorang untuk memeriksanya?” Entah kenapa, perasaan Asta memberitahunya kalau wanita yang biasa itu adalah orang yang dapat menyembuhkan afasia yang diidap Olivia. Setelah diingatkan oleh Asta, Alfa juga memukuli pahanya sendiri dengan penyesalan. “Astaga! Kenapa saya malah melupakan hal sepenting ini! Sekarang juga saya akan mengutus seseorang untuk memeriksanya.” …… Di kamar di lantai dua. Putra kesayangan dari Keluarga Costan sedang meraut pensil warna untuk Olivia. Menyandang status cucu tertua di Keluarga Costan, Oliver, sebenarnya lebih dimanjakan dibandingkan dengan adiknya Olivia. Namun, sifat manja yang ditunjukkan oleh Oliver hanya untuk diperlihatkan kepada orang luar, dia sebenarnya adalah kakak yang sangat protektif pada adiknya. Olivia meraih pensil warna yang baru diraut oleh Oliver, dan menggambar seorang wanita diatas kertas. Wanita ini ramping, dengan hidung pesek dan bibir tebal, dan bintik-bintik di seluruh wajahnya, tapi Olivia selalu tersenyum saat dia menggambar wanita ini. Dia tidak berhenti disana, dia bahkan menggambar garis-garis kuning di samping wanita jelek itu seolah wanita itu bercahaya. Setelah dia selelsai menggambar, Olivia menambahkan satu kata diatas kepala wanita jelek itu — Ibu. Oliver menatapnya dengan penuh keraguan : “Ibu?” Olivia tersenyum dan menganggukkan kepalanya. “Apa kamu menggambar wanita yang diceritakan Ayah kepada kita?” Oliver bertanya walaupun dia merasa wanita yang digambar itu tidak mirip sama sekali. Meskipun dia dan adiknya tidak menyukai Samantha, tapi tidak bisa dipungkiri kalau ibu mereka memiliki wajah yang terbilang cantik, tidak ada bintik-bintik di wajahnya. Dan saat Oliver membahas Samantha, sudut bibir Olivia langsung turun, wajahnya terlihat sedih dan mulai menggelengkan kepalanya seperti mainan. Bagaimana Samantha bisa dibandingkan dengan wanita yang digambarnya ini? “Bukan dia, lalu siapa?” Olivia ingin berbagi perasaan bertemu ibu dengan kakaknya, tapi saat diaContent provided by NôvelDrama.Org.
membuka mulutnya, tidak ada suara yang keluar. Menyadari kalau dia tidak bisa menemukan cara untuk berkomunikasi, Olivia sedikit putus asa. Namun, Olivia meraih gambar yang digambarnya dan memeluknya seperti memeluk seorang bayi. Melihat adiknya begitu menyukai wanita jelek itu, Oliver juga menjadi penasaran, sebenarnya pesona istimewa apa yang dimiliki wanita itu sampai-sampai adiknya begitu terobsesi padanya? …… Pada saat itu. “Hachiu—–” Samara yang baru melepaskan topeng jeleknya tiba-tiba bersin dengan kuat. “Pasti ada orang yang sedang merindukanku kan?” Sedangkan Javier yang duduk didepan komputer dan mengetik diatas keyboardnya sedang melirik isi sebuah email. “Ibu, memang ada orang yang mencarimu! Dia bersedia membayar 100 miliar agar kamu mau membantunya!”