Bab 238
Bab 238
Bab 238 Property © 2024 N0(v)elDrama.Org.
Malam itu.
Samara menginap.
Pak Damar mencarikan seorang pelayan untuk melayaninya, tetapi Samara tidak terbiasa dilayani, dia juga takut pelayan ini memata-matainya, sehingga memintanya pergi.
Saat seorang diri, Samara bermaksud menghubungi Timothy, memintanya menyelidiki latar keluarga Saputro ataupun keluarga Imran, namun dia menemukan ponselnya yang masih memiliki baterai 70%, tapi disini tidak ada sinyal sama sekali.
Sekarang dia tidak bisa menghubungi siapa pun, jangan–jangan alat pengintai yang dipasang Javier di badannya juga tidak bisa digunakan lagi.
Malam ini—
Samara berbaring di tempat tidur, tapi tidak bisa tertidur.
Karena Pekarangan ini terlalu senyap, suara angin yang menerpa daun–daun terdengar jelas, membuat tempat ini terasa sangat angker.
Tidak bisa tidur.
Samara menyelimuti badan dengan sehelai pakaian, lalu turun dari tempat tidur, bermaksud jalan–jalan di Pekarangan.
Dupa dan Akupunktur hanya alasan untuk memancing Alexy keluar, setelah itu dia harus segera membawa Alexy meninggalkan tempat angker ini.
Dia harus kenal baik lingkungan di sini dan paham daftar waktu patroli para penjaga di sini.
Pekarangan ini sangat besar, dan selalu ada penjaga yang berpatroli di pekarangan dan gedung utama, tapi karena dia adalah Tabib wanita yang diundang Nyonya untuk menyembuhkan ‘Tuan‘, penjaga dan pelayan tidak berani menyulitkannya.
Di kegelapan malam.
Angin malam bertiup, seperti ringkikan hantu.
Hanya beberapa kamar yang bersinar remang-remang, namun ada sebuah kamar yang berada di lantai dua yang bersinar terang, sangat kentara.
Samara melengkungkan pinggangnya lalu melompati tanaman hijau setinggi
setengah badannya, lalu memanjat ambang jendela kamar lantai satu, kakinya menginiak bata dinding luar yang menonjol, dan mendaki ke lantai dua dengan tangan kosong. Dia tidak masuk ke dalam rumah, hanya menempel rapat pada dinding, dan menempelkan telinga berusaha mendengar gerak- gerik di dalam kamar
“500 milja? Hanya 500 miliar? Kamu anggap saya apa? Sekarang saya tidak hanya senilai 500 miliar, 500 miliar adalah jumlah kecil bagiku!”
“Pak Damar.” Suara wanita yang manja menyahut, “Kamu hebat sekali!”
“Masih memanggilku Pak Damar? Panggil saya Tuan Damar!”
“Tuan Damar…”
“Bagus, bagus sekali.” Pak Damar tertawa liar, “Daniel tidak akan pernah menduga, pemenang terakhir adalah saya? Wanita itu sudah gila, sekarang sayalah yang mengendalikan keluarga Saputro. Mari, lepaskan, biarkan Tuanmu ini menyayangimu!”
“Jangan begitu...”
Isi pembicaraan selanjutnya hanya cocok untuk orang dewasa.
Samara malas mendengarnya lagi.
Samara kembali ke kamar tidur, namun hatinya tidak tenang.
Orang yang mencaplok keluarga Saputro bukanlah Desi, melainkan Pengurus Rumah Tangganya.
Dia tahu perilaku Desi yang ekstrem, dan gangguan mental yang dideritanya, lalu sengaja membimbingnya ke arah yang salah, dari sini dia memperoleh kepercayaan Desi dan menjadi penguasa sebenarnya keluarga Saputro.
Hal ini..
Sudah di luar imajinasinya.
Satu–satunya hal yang harus dilakukannya sekarang adalah...memastikan rencana kaburnya kali ini tidak boleh gagal.
Hari kedua.
Samara dibangunkan oleh pelayan wanita.
Pelayan wanita membawakan sarapan ke kamar tidurnya.
Pelayan wanita ini berpenampilan heroik, parasnya dingin, berjarak dan berekspresi datar, saat dia menyantap sarapan, dia berdiri diam di samping.
Kalau bukan karena kemarin sempat berbicara dengannya, Samara pasti curiga pelayan ini bisu.
Tetapi bagus juga tidak banyak bicara, tidak perlu berbasa-basi, menghabiskan waktunya yang berharga.
Tidak lama setelah selesai sarapan.
Pak Damar membawakan bahan–bahan obat untuknya.
“Tabib, obat yang kamu inginkan merupakan obat–obat yang sangat mahal harganya, saya sudah bekerja sangat keras mencarinya untukmu.”
“Kinerja Pak Damar memang bagus sekali,” Samara menjawab, “Hanya saja saya masih memerlukan peralatan untuk meramu Dupa, sampai waktunya saya memerlukan bantuan Anda untuk mengumpulkan peralatan.”
“Tentu saja tidak masalah.”
Ucapan Pak Damar tidak terdengar aneh, kalau bukan karena Samara mendengar pembicaraan tadi malam, dia tidak akan menyangka betapa liciknya orang ini.
Setelah Pak Damar pergi, Samara mulai memeriksa bahan–bahan tersebut.
Ternyata benar…
Buah Darah Naga tersimpan di kediaman keluarga Saputro.
Ketika membuka sebuah kotak kayu yang indah, sebiji Buah Darah Naga yang berwarna merah darah berkilau terpampang di depan matanya: