Bab 217
Bab 217
Bab 217
Keluarga Saputra.
Sejak Manajemen Perusahaan Hiburan Mahkota diserahkan Nicky Saputra kepada Samara, dia menaruh perhatian penuh mendampingi Raisa.
Sebelum mendapatkan obat Buah Darah Naga, penyakit Raisa tidak dapat disembuhkan secara tuntas, masih perlu Samara rutin ke rumah Keluarga Saputra untuk memberikan terapi tusuk jarum agar dapat menekan gejala penyakitnya.
Waktu Samara melakukan terapi tusuk jarumnya, keningnya berkerut kencang.
Setelah selesai.
Samara bertanya: “Bagaimana keadaanmu belakangan ini?”
“Sejak kamu rutin membantu saya dengan terapi tusuk jarum, dan saya juga rutin minum obat, badan terasa lebih ringan.” Raisa tertawa lembut, “Saya setiap kali mengatakan kepada Nicky pengobatanmu lebih baik daripada para tabib tua lainnya, kamu berhasil menekan kekambuhan penyakit jantung saya.”
“Baguslah kalau tidak sakit.” Samara menjawab.
Raisa adalah seorang wanita yang sangat teliti, tentu saja dia sudah melihat kening Samara yang terus mengkerut sebelum dia memeriksa nadi dan memulai terapi tusuk jarumnya.
“Samara, apakah penyakitku mempunyai prognosis jelek?”
Setelah mempertimbangkan sekian lama, dengan serius akhirnya dia mengan kepala.
Walaupun dia berhasil menekan rasa tidak nyaman pada jantung Raisa dengan menggunakan obat dan jarum meteor, tetapi jika masih ditunda terus, dia takut tubuhnya tidak akan kuat menahan dan kelelahan seperti lampu yang kehilangan sumbu.
Samara semula berpikir Raisa akan merasa sedih, siapa sangka dia malah berinisiatif menjabat tangannya.
“Manusia sudah berusaha, Tuhan yang menentukan, sudah terlalu banyak yang kamu dan Nicky lakukan untuk saya, saya sudah tidak punya penyesalan.” Raisa tersenyum, “Jika bukan karena kamu, mungkin untuk dapat tidur dengan tenang juga merupakan suatu harapan yang luar biasa sulit, jadi kamu tidak perlu merasa bersalah terhadap saya, kamu tidak berhutang kepada saya.”
Mendengar dia berkata seperti itu hati Samara merasa tidak nyaman.
Raisa menyuruhnya untuk tidak menyalahkan diri sendiri, dia malah sebaliknya merasa semakin menyesali dirinya yang tidak dapat menyembuhkan penyakit Raisa.
“Kak Raisa, karnu jangan sembarangan berpikir, penyakit kamu pasti akan sembuh.” Samara berkata dengan penuh keyakinan, “Saya sudah menyuruh orang mencari jenis obat terakhir yang diperlukan untuk ramuan obatmu, saya yakin segera akan ditemukan.”
“Saya tidak pernah menyerah untuk mencari obat itu, dan saya berharap kamu juga jangan menyerah.” Exclusive © content by N(ô)ve/l/Drama.Org.
“Baiklah.” Raisa mengangguk kepalanya.
Setelah selesai mengobati Raisa, anak Nicky dan Raisa yang bernama Martin datang menghampirinya.
“Terima kasih Bibi telah mengobati ibu saya.” Martin mengangkat wajah kecilnya dengan patuh membungkukkan badan memberi hormat kepada Samara, “Ibu dan ayah selalu mengatakan kamu adalah Tuan penolong Keluarga kami.”
Samara yang mendengarnya merasa hatinya hangat.
“Tenanglah, Bibi pasti akan menyembuhkan ibumu.”
“Bibi, terima kasih, setelah besar nanti saya pasti akan membalas budi Bibi.”
“Baik.”
Waktu Samara meninggalkan rumah Keluarga Saputra, hatinya terasa hangat oleh kelakuan Raisa dan putranya, tetapi bersamaan waktu juga merasa cemas.
Ramuan obat yang dibuatnya untuk Raisa masih kurang satu jenis obat Buah Darah Naga, tetapi obat ini sangat sulit ditemukan.
Dengan kecewa dan sedih Samara berjalan di jalan raya.
Perasaan tidak berdaya untuk menolong seseorang menyebabkan dia merasa sedih.
Perasaan seperti ini…..membuatnya seperti jatuh ke dalam mimpi, seperti kembali ke masa dimana ibunya sedang sakit keras.
Dia mempunyai ilmu pengobatan tinggi, tetapi tidak dapat menolong orang yang paling ingin ditolongnya.
Dia terus berjalan, tiba tiba turun hujan lebat.