Bab 158
Bab 158
Bab 158
Samara membayangkan kalau luka di tubuh Oliver tidaklah ringan, namun dia tidak menyangka akan separah ini.
Melihat luka–luka tu membuat Samara merasakan perih di hatinya.
Oliver baru berusia lima tahun.
Borris itu salah makan obat apa sehingga tega memukuli cicitnya sendiri sampai seperti ini?
Oliver membelakangi Samara, tentu dia tidak bisa melihat raut wajahnya yang sedih.
“Samara, luka di tubuhku...tidak mengagetkanmu kan? Oliver berkata dengan kepura–puraan, “Kakek buyutku sudah hampir berusia delapan puluh tahun, setelah makan saja dia sudah tidak bertenaga, meskipun kelihatannya parah, tapi lukanya tidak sakit kok.”
“Jangan keras kepala....kalau ibumu melihat ini dia pasti akan sakit hati sekali.”
“Saya tidak punya ibu.” Oliver berkata dengan tegas, “Saya dan adik hanya punya ayah, tidak punya ibu.”
Mendengar ucapan itu membuat Samara kehilangan kata–kata.
Tidak punya ibu?
Apakah ibu kandung Oliver dan Olivia sudah meninggal dunia?
Hanya membayangkannya saja sudah membuat rasa sayang Samara terhadap Oliver dan Olivia bertambah dalam.
“Sudah kubawakan.”
Javier membawakan kotak obat dengan enggan, namun saat melihat luka di tubuh Oliver dia juga tidak terlalu senang.
“Sayangku, bawalah Olivia ke kamarmu dan temani dia bermain.”
“Baik, Ibu.” Javier menggandeng tangan kecil Olivia, “Olivia, ayo ikuti kakak.”
“Mm hm.”
Olivia mengikuti Javier dan bermain bersama.
Samara mencelupkan kapas ke dalam salep khusus yang dia buat dan mengoleskannya di punggung Oliver.
“Ssssssh––—”
Anak kecil ini ingin terlihat kuat hingga akhir, namun karena rasa sakitnya tidak tertahankan, dia akhirnya mendesis.
“Saya tidak sengaja...” Anak kecil itu terlihat serius dan ingin mengembalikan martabatnya, “Saya tidak selemah itu.”
“Baik, baik!” Samara berkata sambil meniup pada luka itu, “Tahan sedikit lagi ya, sebentar lagi selesai.”
“Samara, sudah kubilang, tuan kecil ini tidak kesakitan.”
“Apa kamu bisa mati kalau tidak keras kepala?” Samara menambahkan kapas, “Kalau sakit ya bilang saja sakit, ditahan seperti itu juga tidak baik.”
Anak kecil itu mengigit tangan kecilnya lalu terdiam.
Saat Samara mengoleskan obat pada lukanya, dia terlihat marah dan arogan.
Tapi.... NôvelDrama.Org: text © owner.
Oliver merasakan kehangatan dalam hatinya.
Rasa hangat ini, tidak pernah dia rasakan sejak lahir.
Setelah diolesi obat.
Samara menarik dan membenarkan baju Oliver lalu mulai mencari tahu seluk beluk permasalahan ini.
“Oliver, kenapa kakek buyutmu memukulimu hari ini?”
“Hari ini saya dan adik bertemu dengan Samantha saat pulang sekolah, wanita itu bersikeras menarik adik dan membuat adik menangis karena kesakitan, saya mau melindungi adik, jadi mengigit tangannya hingga berdarah, dan menendangnya hingga jatuh, tidak disangka kakek buyut melihatnya dan menyuruhku minta maaf....”
“Kamu tidak minta maaf?”
“Tentu saja tidak.” Oliver mengepalkan tangannya dengan erat, “Wanita itu hanya ingin mencoba mendekati saya dan adik, agar ayah kami menyukainya dan menikahinya, saya dan adik tidak akan menerima wanita seperti ini menjadi ibu tiri kami!”
Saat melihat Samantha berada di Kediaman Costan, Samara sudah menebak kalau semua ini terjadi pasti berkaitan dengan Samantha.”
Tidak disangka....
Kemampuan Samantha masih belum mundur, sekarang bahkan mengipasi api seperti ini.
“Kamu tidak salah.” Samara membelai kepala Oliver, “Hari ini kamu sudah melindungi adikmu dengan baik.”
“Kamu merasa begitu?”
“Tentu saja.” Mata coklat Samara tersenyum, namun suaranya sedikit dingin, “Alasan mengapa orang ingin menjadi lebih kuat adalah untuk melindungi orang yang mereka sayangi dan orang yang sangat mereka
sukai, bukankah begitu?”
Setelah Samara pergi, Kediaman Costan menjadi kacau.
Borris merasa dadanya sesak dan tidak berhenti mengelus dadanya sendiri.
Dia sudah hidup selama ini, dan ini pertama kalinya ada juniornya yang tidak patuh padanya!
“Dia...berani membawa Oliver dan Olivia pergi begitu saja!” wajah Borris menjadi marah, “Dia kira dia sedang berbicara dengan siapa, dia sama sekali tidak menganggapku!”
“Kakek. hati–hati kesehatanmu, kesehatanmu adalah hal terutama.”
Dan pada saat itu, Asta berjalan masuk dengan cepat.
“Kakek, saya tanyakan padamu, kamu baru saja menghukum Oliver dengan memukulinya?” mata tajam Asta menatap Borris, dan kemarahan yang besar melintasi matanya.
Next Chapter