Bab 143
Bab 143
Bab 143
Samara cemberut.
Dan dia bergerak–gerak dalam pelukan Asta untuk melepaskan diri dari pelukannya.
Namun saat dia bergerak sedikit, tangan itu malah melingkar lebih erat padnya, membuatnya tidak bisa bergerak sedikitpun.
Samara memelototi dengan mata coklatnya : “Bukankah kamu menyuruhku jangan bicara?”
“Saya menyuruhmu jangan bicara, tapi tidak menyuruhmu melepaskan pelukanku.”
Asta memeluk tubuh Samara dengan erat, sangking eratnya dia merasa badan mereka akan segera menjadi satu kesatuan.
“Kamu–––”
“Saya baru kembali dari Negara Ordine dan menaiki pesawat selama dua jam lebih, dan langsung kemari setelah pesawat mendarat, saya sangat lelah.” Asta kelelahan dan berkata, “Pintar, jangan bergerak, jika kamu bergerak lagi, saya tidak dapat menjamin bahwa saya dapat mengendalikan diri ...”
Samara telah memutuskan untuk menarik garis dengan Asta.
Namun seperti tanpa disadari....
Dia kembali dibingungkan dan menjalin sesuatu yang ambigu dengan Asta.
Topeng wajah ini sudah cukup jelek!
Bagaimana dia bisa tahan dengan ini!
Pikirannya sedang bercabang, namun Samara hanya bisa patuh saat Asta menjadikannya sebagai bantal dan memeluknya dengan erat.
Mobil melaju dengan pelan.
Samara sedang diterpa oleh angin hangat, efek alkohol yang diminumnya juga mulai terasa, ditambah berada dipelukan Asta yang sangat nyaman.
Dia terbaring, dan merasa kalau matanya semakin berat dan akhirnya terlelap.
Dan saat Asia menundukkan kepalanya, dia melihat bulu mata Samara berkibar seperti sayap kupu– kupu, mala coklatnya tertutup rapat dan dia tertidur lelap.
Dia jelas–jelas begitu waspada padanya tadi, namun dia malah tertidur pulas sekarang.
Wanita mungil ini benar–benar tidak takut dia akan melakukan sesuatu padanya saat dia tertidur, melakukan apapun yang dia mau dengannya....
Asta tidak bisa menahan tawanya Copyright Nôv/el/Dra/ma.Org.
Dia menghargainya yang sedang terlelap.
Wanita mungil ini terlihat patuh ketika dia tertidur, sama seperti Olivia.
Sepanjang perjalanan, Asta seolah terpaku pada wajah mungilnya.
Dan setelah sampai didepan pintu apartemen Samarą.
Wilson tidak yakin apa yang terjadi di barisan belakang, jadi dia berhenti dan menunggu di kursi pengemudi, karena takut mengganggu sesuatu yang seharusnya tidak diganggu...
Asta membuka pintu dan melangkah keluar dari Rolls–Royce.
Dia tidak membangunkan Samara, dan membungkuk lalu menggendongnya keluar dari mobil.
“Hm....”
Mungkin karena penyesuaian postur yang tiba–tiba, Samara mendengus kebingungan.
Sepasang tangan kecilnya juga tampak mengikuti insting dan mengait pada leher Asta.
Samara mungkin melakukannya secara tidak sengaja, tetapi Asta merasa suatu bagian di tubuhnya akan segera mati lemas.
“Pintar.”
Kata ‘pintar‘ itu terdengar serak, namun penuh dengan peringatan.
Samara mungkin mendengarkannya dengan linglung, lalu tidak bergerak lagi.
Dan dengan seperti itu, Asta menggendong Samara hingga keatas.
Dan saat sampai didepan pintu, Asta menekan bel.
Javier datang dan membukakan pintu : “Ibu, kamu sudah pulang...”
Dan saat pintu terbuka, Javier melihat Asta sedang menggendong ibunya dan wajah tembemnya dipenuhi keterkejutan.
“Kenapa ibuku bisa bersama denganmu....”
“Shhh.” Asta berkata dengan nada rendah, “Ibumu sudah tertidur.”
Javier masih marah pada Asta, namun mengingat ibunya dia hanya bisa berkata dengan enggan : “Kamu, masuklah….”
Asta inenggendong Samara menuju ke kamarnya,
Dan saat dia baru membaringkannya di kasur, dia menemukan bocah dibelakangnya sedang menunjuknya dan jarinya memberi isyarat agar dia keluar dan berbicara dengannya,
Di ruang tamu.
Asta dan Javier sedang bertukar pandang.
Javier masih menyimpan dendamnya, wajah tembemnya terlihat marah : “Saya mengirim begitu banyak pesan untukmu, kenapa kamu tidak membalasnya?
Saya tidak ingin menjadi aliansimu lagi, hm! Saya tidak bisa berada dalam satu tim dengan rekan sepertimu.”
Asta memandangi versi mini dirinya dan menjelaskan dengan sabar kepadanya kalau dia baru kembali dari perjalanan bisnis dan baru turun dari pesawat lalu bergegas berangkat ke kediaman Keluarga Gandhi.
Setelah anak itu mendengar penjelasan Asta, matanya bersinar terang.
“Itu artinya kamu belum menyerah untuk mengejar ibuku kan?”
“Tidak mungkin menyerah.” Asta berkata dengan tegas : “Saya sudah pernah mengatakannya, ibumu...adalah satu–satunya wanita...dalam seumur hidupku...”