Bab 141
Bab 141
Bab 141
Asta sudah berjalan menjauh, namun Samara masih memegang lehernya dengan erat.
Dia sengaja!
Sengaja meninggalkan jejak di tubuhnya, akan lebih baik lagi kalau Jonas bisa melihatnya dengan jelas, kalau dia adalah milik Asta!
Samara tahu jelas dalam hatinya, tapi dia tidak bisa melakukan apapun terhadap Asta.
Siapa suruh kekuatan Keluarga Costan begitu tidak tertandingi.
Kembali ke ruang perjamuan.
Jonas yang melihat Samara sudah kembali, menyapa beberapa orang disekitarnya dan kembali menghampirinya.
“Samara, kamu ini…” Jonas melihat leher Samara : “Apa yang terjadi pada lehermu?”
Samara tidak mungkin berkata jujur, dia juga tidak bisa menyingkirkan tangannya dan memperlihatkan cupang yang ada dilehernya pada Jonas.
“Leherku terasa tidak nyaman.”
“Tidak nyaman? Apa perlu saya carikan dokter?”
“Tidak usah, bukan masalah besar.” Mata coklat Samara berkedip dan dia berkata dipenuhi rasa bersalah : “Tuan Muda Jonas, waktu juga sudah larut, saya sudah harus pulang.”
“Baik, kalau begitu saya akan mengantarmu pulang.”
Mendengar itu membuatnya berpikir dia harus menutupi lehernya sepanjang waktu kalau bersama dengan Jonas, jadi Samara buru-buru menolak : “Tidak usah, saya bisa pulang sendiri.
Lagipula acara ini belum selesai, dan Kakek Firman sudah beristirahat, kamu sebagai kepala keluarga selanjutnya harus bertanggung jawab atas situasi disini.” © 2024 Nôv/el/Dram/a.Org.
Melihat Samara yang bersikeras, Jonas hanya bisa menghormati keinginannya dan tidak mendesak lagi.
“Saya pulang ya.”
“Baik.”
Jonas menatap punggung Samara, matanya dipenuhi keengganan.
Pertemuan ini baru saja berakhir, tetapi dia sudah menantikan pertemuan berikutnya.
Samara meninggalkan ruang perjamuan yang dipenuhi hiruk-pikuk dan segera menurunkan tangannya yang pegal.
|
Asta ini sangat suka mengigit orang!
Memakinya pria anjing memang tidak salah lagi!
Samara merasa malu dan marah, dia sudah memaki Asta berulang kali dalam hatinya untuk waktu yang lama dan baru merasa sedikit lebih baik.
Saat melewati air mancur yang ada didepan pintu aula utama.
Samara menemukan seorang anak berusia 3 tahun yang sedang berdiri di samping air mancur, dan menatap air mancur dengan rasa ingin tahu, lalu mengocok air yang ada didalam kolam dengan tangan kecilnya.
Riak-riak air yang menggerakkan cahaya juga membuatnya merasa terpukau.
Anak itu melompat kegirangan, namun karena dia masih kecil, keseimbangannya juga tidak stabil, dan dia hampir terjatuh kedalam kolam air mancur.
Bahaya!
Melihat dia hampir jatuh kedalam kolam….
Samara bergegas menghampiri dan meraih anak itu, namun karena ketergesa-gesaannya, dia jatuh kedalam kolam.
Seketika, percikan air yang tidak terhitung jumlahnya keluar dari kolam.
Samara berdiri di kolam, dengan sekujur tubuhnya yang basah kuyup, namun dia tidak memperdulikan dirinya sendiri dan segera memeriksa anak kecil yang ada disampingnya : “Nak, kamu tidak apa-apa?”
Awalnya anak itu masih kebingungan, namun setelah melihat Samara jatuh kedalam air dan menyadari itu berbahaya, dia langsung menangis.
“Maaf…..”
Suara tangisannya lembut dan menggemaskan, namun membuat Samara kalang kabut, dia tidak Lahu bagaimana cara menghibur anak ini.
“Anak pintar – – Jangan menangis ya–”
Seperti mendengar suara percikan air dan suara tangisan anak kecil, seorang pelayan wanita berlari menghampiri.
Dia menggendong anak itu dan menghibur : “Danny, jangan menangis, jangan menangis ya.”
Suasana hati anak itu berangsur-angsur tenang, dan pelayan wanita itu menoleh kearah Samara yang sedang merangkak keluar dari kolam.
“Maaf, Danny sudah merepotkanmu, tolong jangan beritahukan kepada pengurus rumah ya?” Pelayan wanita itu menyalahkan dirinya sendiri : “Saya tahu saya tidak seharusnya membawa anak saya ke tempat kerja, tapi anak ini tidak memiliki ayah, dan ibuku sedang sakit belakangan ini, jadi tidak ada orang yang bisa membantuku menjaganya….”
Samara tahu bagaimana sulitnya menjadi seorang ibu tunggal, dan merasa pengertian jadi dia tidak marah sedikitpun : “Saya tidak apa-apa, tapi lain kali kamu harus lebih berhat-hati, keselamatan anak harus diutamakan…..”
Pelayan itu tidak menyangka Samara begitu pengertian, dan segera menganggukkan kepalanya.
“Baik, saya mengerti.”
Setelah keluar dari kolam, Samara berjalan keluar dari vila seperti seekor ayam dalam sup.
Dan saat Asta melihat Samara yang basah kuyup, dia bertanya dengan marah : “Tadi baik baik saja, kenapa kamu malah membuat dirimu jadi seperti sekarang ini?”