Bab 139
Bab 139
Bab 139
Alkohol menyebabkan tubuh Samara memanas dan pusing.
Mata bulatnya setengah terpejam, tangannya bergerak naik sembari menatap pria di hadapannya,
menangkup wajah Asta, lalu mencubit kuat-kuat.
“Tidak sakit ya…” setelah berkat, dia kembali meyakinkan diri sendiri, “Ternyata saya memang mabuk,
yang di depan mata ini semuanya ilusi.”
Asta merasa lucu, tapi lebih merasa tidak berdaya.
Ini adalah wajahnya, bagaimanapun kerasnya Samara mencubit, tentu saja dia sendiri tidak akan
merasakannya.
Wajah gantengnya dicubit Samara sampai memerah, tapi dia tidak marah sedikitpun, sebaliknya sedikit
tertarik
“Perlu saya membantumu konfirmasi apakah ini ilusi atau bukan?
“Boleh saja.” Samara bergumam, “Pokoknya semua yang kulihat saat mabuk adalah ilusi.”
Jawaban Samara kebetulan pas dengan yang sedang dipikirkan Asta.
na
Bibir pria itu menangkap bibirnya tanpa ragu sedikitpun.
Asta sudah lama tidak berjumpa dengannya, juga tidak menghubunginya.
Berapa lama dia tidak mencarinya, selama itulah Samara tidak berhubungan dengannya.
Asta mengira dirinya paling tidak memiliki sebuah tempat di hatinya, tapi Şamara sanggup menahan diri
tidak mencarinya, tidak menghubunginya, sepertinya sama sekali tidak peduli padanya.
Malah dia yang merindukannya, hampir gila karena merindukannya.
Bersusah payah dia menahan rindu sampai pulang dari luar negeri, malah menyaksikan wanita ini
mengenakan gaun yang diberikan pria lain, dan muncul di pesta yang digelar di rumah pria itu.
Mungkinkah dia terlalu sabar?
Membuatnya mengira boleh menyukai pria lain?
Ciuman itu, mengandung penghukuman yang kental.
Dia sedang menghukumnya, dan juga sekaligus mengambil kesempatan untuk meredakan kerinduannya.
“Ugh…”
Saat ini Samara tersadar.
Dia minum kurang banyak sehingga tidak terlalu mabuk, ini sama sekali bukan halusinasi!
Orang yang menghimpit kuat-kuat dirinya, dan menciumnya adalah Asta.
Asta…dia datang.
Samara berusaha melepaskan diri dari himpitan kuat pria itu.
Tapi pria itu sangat kokoh, bagaimanapun kuatnya dia memberontak, tetap saja tidak berhasil lolos,
malah Asta semakin liar menginginkannya.
Gila!
Ini adalah pesta keluarga Gandhi!
Meskipun tidak pasti kepergok oleh seseorang, tapi jika tertangkap basah oleh seseorang, bahkan jika
dia menjelaskan ini bukan selingkuh, tidak akan ada yang percaya.
“As…sta, tenang dulu…”
Samara menghindari ciumannya, berkata dengan suara tidak jelas.
“Jika… seseorang memergoki…kita tidak bisa menjelaskan…”
Asta menatapnya lekat-lekat.
“Mengapa harus menjelaskan?”
“Ya?”
“Memang bukan salah paham.” Asta tersenyum licik, “Bahkan jika memang adalah sebuah
kesalahpahaman, saya juga punya cara untuk membenarkannya.”
Ucapan apa ini?
Melihat Samara masih terbengong, Asta kembali menciumnya.
Ketika mereka sedang bermesraan, terdengar suara seorang wanita tidak jauh dari sana.
“Herna…” Emma memanggil panik, “Apa yang terjadi dengan anak ini? Ke toilet lama sekali?”
Alarm berdering di otak Samara.
Bagaimana ini?
Masalah ini sudah di luar ekspektasinya.
Masa Emma harus memergoki Asta menekan kepalanya dan menciumnya?
“Jangan panik.” Suara pria terdengar parau.
Samara terengah-engah oleh ciumannya, sembari melototinya.
Huh!
Ucapan pria anjing ini santai sekali!
Asta melepaskan jaketnya dan menyelimuti wajah kecil Samara, lalu menggunakan tubuhnya yang tinggi
tegap menutupi tubuh Samara yang kurus kecil.
“Jika tidak ingin kepergok, peluk saya erat-erat!”
“Begitu ingin orang lain melihat jelas wajahmu?”
Tentu saja dia tidak ingin, seraya menggertakkan giginya, sepasang lengannya memeluk erat pinggang
kokoh Asta.
Emma berjalan mendekat, dan segera menyadari keberadaan Asta. This content is © NôvelDrama.Org.
Tinggi badan Asta 180 meter lebih, menutupi tubuh seorang wanita, dan sekaligus menghalangi
pandangannya.
Sebenarnya Emma berniat menebak identitas wanita itu dengan melihat gaun yang dikenakan, tapi
terhalangi oleh jaket dan tubuh pria itu.
Emma terlegun.
Hari ini Samantha tidak menghadiri pesta ulang tahun Firman, kalau begitu wanita ini…tidak