Bab 104
Bab 104
Bab 104
Asta sudah sangat sakit hati melihat luka Samara, tetapi dia tidak habis pikir bahwa kebaikannya ditolak oleh dirinya.
Lengannya melewati lutut Samara, dia mengangkat dan menggendongnya, dan berjalan ke arah mobil Hummer.
“Asta, turunkan saya!”
“Hei! Apakah kamu mendengarkanku?”
“Dasar bajingan! Jelas–jelas kamu mendengarnya, mengapa kamu pura–pura tidak mendengarnya!”
Asta melirik ke arah Samara: “Kamu berjanji dengan Samantha untuk tidak bertemu denganku. tetapi saya tidak berjanji padanya untuk tidak bertemu denganmu.”
Samara terkejut atas apa yang Asta katakan sampai dia tidak bisa mengeluarkan kata apapun.
“Kamu––”
“Saya yang mengambil inisiatif dan memaksamu.” Mata Asta berbinar–binar: “Tetaplah dalam pelukanku dan jangan bergerak, jika kamu bergerak maka darahnya akan mengalir semakin banyak, dan kamu akan menderita nanti pada saat penyembuhan.”
Samara sudah terbiasa dengan luka darah.
Dia….bagaimana bisa menahan kehangatan seperti itu?
Samara diam–diam memarahi dirinya sendiri yang tidak berprinsip ini, jelas–jelas dia ingin memutuskan hubungannya dengan Asta, pria anjing ini, tetapi dalam hati dia diam–diam menerima perawatan yang
dia berikan kepadanya.
“Asta, jangan berbicara kepadaku dengan nada seperti itu!”
– Bencilah saya setelah kamu sembuh.” Asta menatapnya dan berbicara dengannya dengan suara dalam dan lembut: “Sekarang jangan membuat onar, saya...benar–benar khawatir terhadapmu.”
Pada saat ini.….
Hidung Samara terasa asam.
Dia telah mengatakan banyak kata–kata tajam, tetapi mengapa Asta masih tidak melepaskannya?
Mengapa hubungannya dengan Samantha sangat ambigu, dan masih bisa memberikan dia sebuah ilusi bahwa hanya ada dia saja di dalam hidupnya?
Sebelum naik ke dalam inobil. This is from NôvelDrama.Org.
Tangan kecil Samara meraih pintu dan berkata : “Tunggu, dimanakah Olivia? Dan Javier...”
“Jangan khawatir, ada Wilson, mereka akan baik–baik saja.” Asta mclihat dia khawatir dan menjawab pertanyaannya dengan sabar.
Samara mengigit bibirnya.
Akhirnya, tidak ada alasan untuk dia bersikeras lagi, jadi dia hanya bisa melepaskan tangannya dan menuruti Asta yang mengangkutnya ke dalam kursi penumpang
Asta bersandar, dan melewati luka di lengan Samara, dan memakaikan sabuk pengaman untuk dirinya.
Gerakannya sangat lembut dan hati–hati, seolah–olah dia sedang memperlakukan harta karun dalam hatinya.
Samara duduk di kursinya dan tidak berani bergerak, tapi mata coklatnya menatap pria yang melakukan semua itu untuk dirinya.
Seperti ilusi.....
Kapan ini akan berakhir?
Asta melirik Samara dan naik ke kursi pengemudi.
Sepanjang perjalanan, Asta sama sekali tidak mengatakan sepatah katapun kepada Samara, tapi dia malah melaju dengan sangat cepat.
Dalam waktu kurang dari sepuluh menit, mobil Hummer itu berhenti di depan pintu rumah sakit swasta.
Ketika turun dari mobil, Asta mengendong Samara lagi.
“Yang terluka adalah lenganku.....”
“Saya tahu, tetapi saya tidak akan membiarkanmu turun.” Tatapan mata Asta yang membara:
jangan bergerak, jika kamu menyentuh lukanya, saya akan menciummu di depan umum.”
Mata Samara memerah.
“Kamu...”
“Jika kamu tidak percaya, kamu boleh coba.”
Tentu saja Samara tidak berani untuk bertaruh dengan Asta tentang hal itu, jadi dia hanya bisa berkompromi dengan dia.
Tangannya sakit.
Namun, pelukannya itu terasa hangat.
Ketika dia dibawa ke ruang UGD, dokter merobek lengan baju Samara, dan memperlihatkan daerah yang terluka
Dan terlihat...
Pada lengan seputih akan teratai, ada tiga luka dengan kedalaman yang berbeda
kulit yang terluka itu dibuka dan darah bercucutan keluar, lan terlihat daging yang menempel bersamaan.
“Gadis, lukamu perlu dijahit.”
“Dokter, jahitah.”
Dokter mulai menjahit luka di lengan Samara dengan jarun dan benang, matanya tidak berkedip bahkan dia tidak menjerit,
Bahkan dokter paruh baya yang sedang menjahit lukanya tanpa sadar melirik ke arah Samara, bertanya–tanya seberapa mati rasanya gadis itu sampai tidak merasa rasa sakit sama sekali.
Melihat kebingunan dokter paruh baya itu, Samra berkata sumar: “Saya pernah mengalami luka yang lebih parah daripada ini sebelumnya, jadi luka kecil seperti ini tidak terlalu sakit...”
Next Chapter