Bab 76
Bab 76
Meskipun Hansen hanya tidur selama tiga jam tadi malam, tetapi sekarang dia masih sangat bersemangat. Saat melihat bahwa Harvey yang tidak ada di tempat, Hansen pun sengaja merendahkan suaranya dan berkata, “Nyonya, Pak Harvey sangat peduli dengan Anda. Lihatlah, dia secara khusus memintaku untuk memeriksa kesehatan Anda.”
Peduli?
Selena hanya merasa agak konyol ketika mendengar kata ini.
Harvey ingin dirinya menjalani pemeriksaan hanya karena ingin memastikan dirinya masih hidup, agar di kemudian hari, Harvey masih bisa menyiksanya lagi.
Selena hanya penasaran, jika Harvey benar—benar tahu bahwa dirinya menderita kanker lambung, akan bagaimana ekspresi wajah Harvey?
“Lakukan saja.” Selena tidak banyak bicara tentang hal lain. Bagaimanapun, saat ini dia tidak punya pilihan lain.
Ada beberapa item pemeriksaan, hanya kurang endoskopi saja. Bagaimanapun, endoskopi sangatlah menyiksa, dini hari harus minum obat pencahar, buang air besar beberapa kali sampai perut dan usus bersih, baru kemudian dibius untuk diperiksa.
Tubuh Selena yang sejak awal sudah lemah, pasti tidak tahan dengan penyiksaan semacam ini. Ditambah lagi, dia telah menikah dengan Harvey sejak masih kuliah. Dia menjalani rutinitas yang teratur, sehingga secara umum tidak ada masalah dengan sistem pencernaannya.
Hansen bahkan tidak pernah berpikir akan adanya masalah pada lambung Selena, juga tidak secara khusus meminta dia melakukan pemeriksaan pada aspek ini.
Setelah pemeriksaan selesai dilakukan, pengolahaan hasil pemeriksaannya dikerjakan secara prioritas. Selena sudah kelaparan sepanjang pagi. Baru saja dia duduk untuk memakan dua suap bubur, Harvey sudah muncul di depan pintu.
Dengan tubuhnya yang tinggi dan gagah, dia datang dengan penampilannya yang dingin seperti biasanya. Dia sepertinya baru saja datang dari kantor. Setelan jas resmi yang rapi dan dasi bergaris hitam putih menambah kesan gagah pada pria itu.
Itu adalah dasi yang dulunya dibelikan oleh Selena untuknya. Selena masih bisa membayangkan kenangan manis saat pertama kali memberikan dasi itu kepadanya.
Dua tahun kemudian, sekarang yang dia rasakan hanyalah sakit hati
Tatapan Harvey tertuju pada wajah kecilnya yang pucat itu. “Mengapa dia selalu tampak lemah setiap kali mereka bertemu?” pikir Harvey.
“Mungkinkah ada yang tidak beres dengan tubuhnya?”
“Tuan Harvey tidak perlu khawatir, aku tidak akan mati, dan aku tidak akan cari mati lagi,” ujar Selena memecah suasana hening di antara keduanya.
Dia makan bubur sendiri, punggung telapak tangannya yang putih terlihat bengkak akibat bekas tusukan jarum sebelumnya. Sosoknya yang tampak rapuh itu sangat mengundang rasa iba.
Setelah semalam berlalu, Harvey tidak semarah tadi malam lagi. “Apakah hasilnya sudah keluar? “tanyanya. “Belum.”
Saat berbicara tentang hasil pemeriksaan, Selena meletakkan sendok yang dipegangnya, lalu mendongak dan bertatapan dengan Harvey sambil berkata, “Jika ada masalah dengan hasil tesku,
kamu...
Harvey langsung menyela kata—katanya, “Memangnya masalah apa yang mungkin kamu alami?”
“Misalnya aku menderita penyakit mematikan atau semacamnya.” Selena menatap lekat pada
Harvey sambil meneruskan, “Bisakah kamu membebaskanku?”Còntens bel0ngs to Nô(v)elDr/a/ma.Org
Harvey baru saja duduk di sofa. Begitu mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Selena, hatinya
seketika terasa berat. Dia pun segera menegakkan punggungnya, tangan kanannya mengusap-
usap bagian bawah tangan kirinya tanpa henti, lalu berbicara dengan nada bicara yang tetap dingin, “Katakan padaku, penyakit mematikan seperti apa yang kamu derita?”
Selena pun berpikir, meskipun dia tidak melakukan endoskopi lambung, tetapi dia telah melakukan CT scan yang lengkap. Memang tidak dapat dipastikan apakah tumor itu bersifat
jinak atau ganas, tetapi melalui CT scan, dapat terlihat penebalan lokal pada dinding lambung.
Jika tumornya sangat besar, masih ada kemungkinan tumor tersebut akan menyerang jaringan
dan struktur lain di sekitar perut, misalnya langsung menyerang hati sebelah kiri. Selain itu,
akan terlihat adanya pembesaran kelenjar getah bening di sekitarnya yang disebabkan oleh
metastasis.
Oleh karena itu, hasilnya pasti akan tertulis di lembar pemeriksaan medis. Saat Selena menatap tatapan sepasang mata yang sulit ditebak itu, terdengarlah suara ketukan pintu.
“Masuk.”
Hansen datang dengan hasil laporan prioritas, Selena pun berhenti memakan buburnya. ” Sepertinya hasilnya sudah keluar,” ujar Selena.
Dia mendongak ke arah Harvey, tangan yang memegang sendok pun berkeringat karena gugup. Selama ini dia sangat penasaran bagaimana ekspresi Harvey jika mengetahui bahwa dirinya menderita penyakit mematikan.
“Apakah dia akan senang karena sebentar lagi aku akan mati? Atau akankah dia merasa sedikit sedih?” tanya Selena dalam hati.
Masalah hidup dan mati yang sudah lama diabaikannya ini, sepertinya telah memiliki sedikit makna.
Bab 77