Bab 72
Bab 72
Saat Harvey mengulurkan tangan untuk menyentuh dahinya, Selena pun tanpa sadar menghindari tangan Harvey. “Tuan Harvey, tolong jaga sikapmu.”
“Aku hanya ingin melihat apakah kamu masih demam,” jelas Harvey.
Selena tersenyum mengejek sambil berkata, “Tuan Harvey, tidakkah kamu merasa dirimu sangat konyol? Kamu adalah orang yang mengikatku di kamar mandi, lalu menyiramiku dengan air dingin. Kamu bukan anak berusia tiga tahun yang tidak tahu konsekuensi dari perbuatan itu. Kalaukamu memang sudah menduga aku akan masuk angin dan demam, lalu untuk apa kamu berpura—pura perhatian seperti ini?”
“Aku tidak tahu kalau kondisimu akan seburuk ini. Aku bahkan lebih tidak tahu lagi bahwa ternyata nyawamu terancam bahaya jika kamu demam.”
Senyuman di bibir Selena pun semakin terlihat. “Memangnya ada yang berubah setelah kamu mengetahuinya? Kita sudah bercerai, tapi Tuan Harvey masih selalu berpura—pura masih sayang. Itu benar—benar menjijikkan.”
NO
Meskipun Selena tidak tahu mengapa Harvest ada di sini, tetapi dengan status dirinya, Selena tidak cocok untuk berhubungan lama dengan Harvest.
Dia telah memulihkan kembali akal sehatnya. Dengan lembut, dia menarik tubuh Harvest yang lengket pada dirinya agar menjauh. Setelah itu, dia mengangkat selimut dan mencabut jarum yang tertancap di lengannya.
Dia tidak berusaha menghentikan pendarahan yang terjadi. Darah segar sebesar butiran—butiran beras pun mengalir keluar dari luka kecil itu. Selain tidak mengerutkan kening sama sekali, dia bahkan tidak berniat untuk melihat lagi darah yang mengalir dari tangannya itu.
“Kamu...”
Selena menopang tubuhnya yang lemah, lalu perlahan turun dari ranjang pasien. Dengan tatapan matanya yang tampak dingin dan tegas, dia menegakkan punggungnya dan mengucapkan
sepatah demi sepatah kata.
“Harvey, orang yang berselingkuh adalah kamu, orang yang ingin bercerai juga kamu. Jika kamu benar—benar tidak menghilangkan kebencianmu atas kematian adikmu, aku akan membayarmu
dengan nyawaku ini.”
Setelah mengatakan itu, Selena tiba—tiba langsung berlari dan hendak memanjat ke balkon. Ini adalah lantai tujuh. Jika terjatuh, andai kata tidak mati, setidaknya pati akan lumpuh. Harvey sama sekali tidak menyangka Selena akan bertindak agresif. “Selena, tenangkanlah dirimu!” seru Harvey.
+S BONUS
Selena hanya memakai pakaian tidur flanel tipis di tubuhnya, kakinya tidak memakai alas kaki Angin dingin bertiup kencang, meniup tirai berwarna putih ke segala arah.
Rintikan air hujan menetes di wajah kecilnya yang pucat pasi. Ekspresinya dingin, tidak ada sedikit pun harapan hidup yang tampak tersisa di matanya.
“Harvey, kamu tidak tahu, sebenarnya aku sudah mencintaimu selama bertahun-tahun. Sejak pertama kali aku melihatmu, aku sudah jatuh cinta padamu hingga tak bisa mengendalikan diri. Aku masih ingat waktu itu kamu menyelamatkanku dari dalam air. Aku berpikir, betapa bahagianya jika aku bisa menikah denganmu.”
“Kemudian aku benar—benar bisa hidup bersamamu. Itu adalah hari-hari terindah dalam hidupku. Tapi aku selalu gelisah. Karena hidupku selalu berjalan lancar sejak lahir, aku pun takut suatu hari Tuhan akan mengambil kembali semua yang telah diberikan—Nya kepadaku.”
“Aku dengan hati—hati menikmati kasih sayangmu. Aku berharap bisa menikmatinya sedikit lebih lama. Aku tidak menyangka pembalasan akan datang begitu cepat. Hanya dalam dua tahun, aku bagaikan terjatuh dari surga ke neraka. Aku kehilangan segalanya dalam satu malam.”
“Awalnya, aku tidak percaya dengan pengkhianatanmu. Aku pikir itu hanya mimpi, dan kamu akan kembali ketika aku terbangun. Tapi ketika aku terbangun dari mimpi, aku melihat kamu tetap berpaling ke arahnya. Kamu mencampakkan diriku dan bayi kita.”
“Aku menggunakan waktu selama satu tahun untuk membenahi semuanya kembali. Nasi sudah menjadi bubur, masalah sudah diputuskan, semuanya sudah tidak bisa diubah lagi. Aku menghormati pilihanmu.”
“Aku mengira setelah bercerai, kita tidak akan berhubungan lagi. Tapi apa yang telah kamu lakukan? Kamu mengancamku, bahkan menyakiti orang—orang yang baik kepadaku. Aku tidak tahu, dalam perasaanmu terhadapku, mana yang lebih besar, cinta atau benci?”
“Tapi aku tahu, selama aku masih hidup, masalah di antara kita tidak akan berakhir, seperti simpul yang tidak akan pernah bisa dilepaskan. Kehidupan seperti ini sangat menyebalkan, aku benar—benar sudah muak.”
“Harvey, apakah kamu tahu? Ada suatu masa, aku seperti matahari yang terik, seperti angin yang bebas. Aku mematahkan sayapku ketika aku berjanji untuk menikahimu. Aku bahkan bersedia
mengorbankan kebebasanku demi tetap berada di sisimu, tetapi kamu tetap saja mengkhianatiku.
Air mata Selena perlahan melintasi pipinya. “Aku tidak menyalahkanmu karena telah berubah pikiran. Aku hanya menyalahkan fakta bahwa kita memang berjodoh bisa bertemu, tetapi tidak ditakdirkan bisa bersama selamanya. Jika kematian adikmu adalah beban yang mengganjal di hatimu, maka aku akan membayar kepadamu dengan nyawaku. Mulai sekarang, aku ingin pergi
mencari angin yang menjadi milikku. Kita berdua impas.”
Selena merentangkan tangannya seperti kupu—kupu, lalu menjatuhkan diri ke luar jendela. “Selena!” Terdengar suara Harvey yang memilukan dari belakang tubuh Selena.
Bab 73
Selena menatap ke arah bulan yang tampak pucat dan suram, sama seperti hidupnya yang sekarang, penuh kesedihan dan keputusasaan.
Selena benar-benar tidak ingin lagi terlibat dalam emosi Harvey yang berubah-ubah. Setelah mati, semua cinta dan kebencian akan lenyap. Jika dia tidak ada lagi di dunia ini, apakah obsesi
Harvey juga akan hilang?
Selena tidak menyangka bahwa Harvey akan menyelamatkannya pada saat terakhir. Harvey mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menerjang dan meraih tangan Selena sebelum terjatuh.Belongs © to NôvelDrama.Org.
Anak yang sedang tidur juga terkejut dengan kejadian yang tiba—tiba itu. Harvest dengan cepat merangkak ke tepi tempat tidur, lalu meluncur menuruni tepi tempat tidur. Setelah itu, dia berlari keluar dari kamar pasjen dengan kaki pendeknya, langsung menuju ke arah Alex.
Alex sedang merokok di luar. Ketika melihat anak kecil berjalan ke arahnya dengan langkah tertatih-tatih, Alex pun segera memadamkan rokoknya.
Dia berjongkok, lalu bertanya dengan sabar, “Dik, kenapa kamu keluar?” Anak kecil itu berkata dengan cemas, “Ibu menangis ...
Harvest berusaha berkomunikasi dengan bahasa tubuh. Alex tidak mengerti apa yang ingin disampaikan anak itu, sehingga dia pun berdiri dan menggendong anak itu. “Aku akan
mengantarmu kembali, di luar dingin, jangan sampai kamu kedinginan,” ujarnya.
Di tepi jendela, saat ini Harvey dengan kuat memegangi tangan Selena. Selena masih menatapnya dengan raut wajah yang datar. “Harvey, bukankah kamu membenciku? Jika aku mati, bukankah kamu bisa membalas dendam untuk adikmu?” tanya Selena.
Harvey memiringkan tubuhnya ke arah luar jendela. Urat—urat di lengan dan di dahinyanya tampak menonjol. Dia menggenggam tangan Selena lebih erat lagi. “Selena, kalau kamu beran mati, aku akan membuat ayahmu mati bersamamu!” seru Harvey.
Selena pun berkata sambil tersenyum datar, “Ayahku sudah koma, mungkin tidak akan pernah sadar lagi. Kematian mungkin adalah sebuah pembebasan baginya.”
“Siapa bilang dia tidak akan bangun? Aku sudah menemukan jejak Leo. Asalkan dia yang melakukan pembedahan, ayahmu memiliki peluang 80% untuk bangun. Kamu adalah lulusan kedokteran, seharusnya kamu pernah mendengar nama besar Leo.”
Akhirnya tampak adanya perubahan di wajah Selena. Harvey dengan cermat berusaha tetap memegangi Selena sambil terus membujuknya, “Aku pernah membencimu dan juga membenci
ayahmu, tetapi sekarang Keluarga Bennett telah hancur. Ayahmu tidak sadarkan diri, dan kita juga telah berpisah. Aku tidak membencimu lagi.” +15 BONUS
Sebutir tetesan hujan yang melayang terjatuh di bulu mata Selena yang panjang, hingga membuat bulu mata Selena menjadi seperti sayap kupu—kupu rapuh yang gemetar.
“Harvey, kamu sudah memiliki keluarga baru, aku sudah tidak memiliki keterikatan lagi dengan dunia ini. Lepaskan aku, ini lebih baik untuk kita berdua.”
Selena tahu bahwa Harvey hanya berkompromi untuk sementara waktu. Selena tahu bahwa Harvey hanya berkompromi untuk sementara waktu. “Kita tidak bisa kembali, sejak awal sudah tidak bisa kembali.”
Harvey menggenggam pergelangan tangan Selena yang berlumuran darah. Wajah tampannya itu tampak ketakutan, hal seperti ini sangat jarang terjadi.
Selena tersenyum lebar sambil berkata, “Ternyata kamu juga takut aku mati. Jika aku mati, apakah kamu akan selalu mengingatku?”
“Tanpa izinku, mana boleh kamu mati? Aku akan menarikmu, kamu ikutlah aku ke atas.”
Harvey ingin menarik Selena ke atas. Kebetulan Alex juga baru datang. Saat melihat pemandangan ini, jiwanya Alex seakan— akan hampir menghilang karena terkejut.
Setengah tubuh Harvey sudah keluar jendela, sangat berbahaya.
Intinya adalah Selena tidak memiliki harapan untuk bertahan hidup, hal ini menambah kesulitan untuk menyelamatkannya. Alex dengan cepat menelepon untuk memberi instruksi kepada pengawal.
Kemudian dia meletakkan Harvest di tempat tidur, lalu bergabung juga dengan “medan perang*.
Nyonya, kenapa berpikiran sempit? Jika kamu mengatakannya, Pak Harvey pasti akan menyetujuinya. Jangan mempermainkan nyawamu sendiri. Kamu masih sangat muda dan kamu masih memiliki jalan yang panjang di masa depan.”
Dengan bergabungnya Alex, tubuh Selena perlahan—lahan terangkat. Harvey pun perlahan-lahan
menegakkan punggungnya.
Akan tetapi, keputusan Selena telah bulat. Dia lebih memilih untuk mati daripada terus disiksa oleh Harvey.
“Alex, jalan yang ingin aku lalui sudah putus sejak lama.”
Selena tiba-tiba melepaskan satu tangannya. Situasi yang baru saja tadi membaik, tiba—tiba menjadi berbahaya lagi.
“Nyonya!”
Tubuh Harvey tertarik ke bawah lagi, tetapi dia tidak mengendurkan tangannya sedikit pun. Satu tangan yang tersisa seolah—olah adalah harapan terakhirnya.
714
Dia panik, sangat panik
Meskipun pernah berkali-kali berhadapan dengan kematian, Harvey tidak pernah merasakan ketakutan seperti saat ini. Saat ini, barulah dia tahu apa arti Selena baginya
“Seli, jika kamu berani mati, aku akan membuat Keluarga Martin bangkrut Kamu sendiri tabu. aku selalu memegang ucapanku.” “Harvey, sampai mati pun kamu masih seperti ini, selalu keras kepala.”
Selena tersenyum sambil berkata, “Harvey, kamu tidak bisa mengancam orang yang mati Aku sudah mati, bagaimana aku bisa peduli pada orang lain?”
“Mengapa harus mati? Kalau kamu ingin mati, tidak perlu menunggu sampai hari ini. Kenapa tidak melakukannya setahun yang lalu saat Keluarga Bennett bangkrut? Seli, kenapa kamu bisa menjadi seperti sekarang ini?
Harvey tidak mengerti. Dulu Selena selalu menghadapi kesulitan apa pun dengan gigih, tidak akan pernah menyerah selamanya. Akan tetapi, mengapa sekarang dia menjadi seperti ini?
Selena sudah melewati masa—masa tersulitnya Jelas—jelas Harvey sudah memberikannya biaya yang sangat besar agar dia bisa hidup tanpa mengkhawatirkan apa pun, bahkan dia bisa melakukan apa pun yang dia inginkan
“Apa pun yang kamu inginkan, akan kuberikan,” kata Harvey yang akhirnya mengalah “Harvey, kamu telah menyakitiku sampai seperti ini. Memangnya kamu pikir hanya dengan mengatakan beberapa kalimat saja, lalu aku bisa memaafkanmu? Apakah kamu mengira aku nantinya akan berpura—pura menganggap seolah—-olah semua ini tidak pernah terjadi, lalu memulai hidup yang baru? Kenapa kamu selalu berpikir bahwa dirimu bisa mengendalikan segalanya?”
“Aku beri tahu kamu, sebenarnya kamu tidak bisa mengendalikan apa pun. Setahun yang lalu. aku didorong Agatha ke dalam air, hanya karena dia bertanya, Kalau kami berdua jatuh ke air
siapa yang akan kamu selamatkan? Bagaimana mungkin aku menggunakan anakku untuk
bertaruh dengannya? Aku memang bisa berenang, tetapi pernahkah kamu memikirkan bahwa aku sedang hamil? Aku bisa mengalami kram di dalam air, dan kakiku tersangkut jaring ikan
Aku hampir mati bersama anakku!”
“Di kamar mandi, aku memohon kepadamu habis—habisan seperti halnya waktu itu Namun kamu masih berpikir bahwa tubuhku akan baik—baik saja Harvey, aku sudah muak dengan kesombonganmu, emosimu yang berubah-ubah, dan sifatmu yang tidak konsisten Kamu tidak
dapat mengendalikan hidupku, dan kamu juga tidak dapat mengendalikan kematianku * Selena menarik tubuhnya dengan kuat, jari-jarinya satu per satu terlepas dari telapak tangan Harvey.
Tidak, Seli.”
“Harvey, betapa baiknya jika aku tidak bertemu denganmu saat itu. Kamu tidak tahu bahwa kamu telah menguasai seluruh masa mudaku. Aku bisa memikirkanmu hingga bertahun—-tahun hanya karena pandangan sekilas itu. Aku terus merindukanmu berkali— kali. Namun, hari ini, jantung ini sudah seharusnya berhenti berdetak demi dirimu.”
Selena berkata sambil bersusah payah menampakkan senyum di wajahnya, “Harvey, kalau ada kehidupan selanjutnya, aku hanya ingin agar tidak bertemu denganmu lagi.”
Setelah mengucapkan kalimat terakhir itu, kelima jari Selena pun terlepas dari telapak tangan Harvey.
“Selamat tinggal, masa mudaku,” ucap Selena dalam hati.
“Harvey, kita jangan bertemu lagi.”
4