Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 68



Bab 68

Jelas-jelas itu adalah sesosok tubuh yang paling dikenalnya dulu. Namun, sekarang dia melihat bekas luka di perut kecil Selena.

Sebenarnya Harvey tahu, Selena alergi terhadap obat bius. Pada saat operasi, dokter pun

melakukan sayatan secara langsung terhadap tubuh Selena. Harvey mendengar jeritan

memilukan di luar ruang operasi. Harvey tahu betul berapa banyak lapisan luka dan jahitan yang menutupi luka tersebut. bagi

Selain luka di perut, ada juga luka baru di bagian dalam lengan kirinya. Harvey tiba—tiba teringat pada hari di mana Agatha datang membuat onar. Hari itu Selena sempat pergi ke rumah sakit.

Harvey mengira bahwa Selena paling—paling hanya mengalami luka tergores di kulit. Namun, tidak disangka, ternyata itu adalah bekas luka yang begitu panjang.

Selena sangat takut dengan rasa sakit. Bagaimana dia bisa menahan diri tanpa mengucapkan sepatah kata pun? Selena seakan—akan mampu melewati momen penuh penderitaan itu dengan begitu tenang.

Harvey pun mengerucutkan bibirnya. Saat memikirkan kata—kata Selena sebelum jatuh pingsan, hatinya terasa seperti tergores oleh benda tajam hingga berlumuran darah.

Harvey mengganti pakaian Helena dengan pakaian tidur yang lembut, lalu menaikkan suhu ruangan dan memeluknya.© NôvelDrama.Org - All rights reserved.

Tidak lama kemudian, Chandra masuk bersama dokter pribadi, yaitu Dokter Hansen. Ketika melihat pemandangan ini, reaksi pertama dari mereka berdua adalah langsung berusaha

menjauh.

“Kemarilah, segera periksa kondisinya!”

“Baik, Pak Harvey.”

Hansen adalah dokter pribadi Harvey. Selena pada dasarnya sangat jarang sakit. Setiap kali bertemu dengan Hansen, Selena paling—paling hanya mengalami luka tergores di tangan atau kakinya keseleo.

Saat itu, Hansen bahkan masih bisa bercanda dengan berkata bahwa gadis kecil itu sangat energik.

Sudah dua tahun tidak bertemu, gadis kecil yang dulu dipuji energik itu saat ini terbaring tak berdaya di sana. Hansen ptin melihat bahwa kondisi Selena benar—benar lemah.

Hansen menyampaikan hasil pemeriksaannya dengan sederhana, “Pak Harvey, menurut penilaian awalku, Nyonya pingsan karena kondisinya terlalu lemah. Dia baru saja masuk angin, 1/3

jadi harus dipastikan tubuhnya berada dalam kondisi hangat agar tidak demam. Luka di tangannya tidak sampai melukai urat dan tulang, tetapi tetap memerlukan perawatan secara hati-

hati.”

“Lemah?” Meskipun Selena memang agak lemah beberapa waktu lalu, tetapi itu hanyalah flu biasa, seharusnya sudah bisa sembuh dalam waktu beberapa hari saja.

“Ya, detak jantung dan denyut nadi Nyonya menunjukkan bahwa dia tidak sesehat orang normal. Ada juga beberapa gejala panas di lambungnya. Mengenai hal ini, tentu saja aku tidak semahir suhu pengobatan tradisional. Jika ada waktu, Pak Harvey dapat membawa Nyonya pergi ke

rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh.”

Selesai berbicara, Hansen mengambil jarum untuk mengambil sampel darah sambil berkata,

Aku akan mengambil sampel darah Nyonya untuk dibawa ke laboratorium, agar bisa dicek apakah ada infeksi bakteri atau infeksi virus. Setelah itu, aku akan meresepkan obat yang sesuai.” “Baik.”

Malam ini Selena berada dalam kondisi yang penuh penderitaan. Dia pun mengalami mimpi panjang. Dalam mimpi itu, dia melihat pemuda berkemeja putih yang pertama kali dia jumpai di taman bermain. Lalu dia jatuh cinta pada pandangan pertama dengan pemuda itu.

Pada pertemuan berikutnya, pria itu menyelamatkannya saat dia terjatuh ke dalam air. Dia masih ingat betapa senang dan bahagianya dirinya saat itu. Dalam keadaan panik, dia memeluk leher

pria itu, lalu terasalah betapa gagah dan kuatnya tubuh pria itu, hingga membuat dirinya tersipu malu.

Setelah itu, mereka akhirnya saling jatuh cinta dan menjalin hubungan cinta. Pria itu pun memanjakannya habis—habisan.

Alangkah baiknya jika mimpi itu berakhir sampai di situ saja. Dengan begitu, dia tidak perlu

mengulangi semua rasa sakit itu lagi dan lagi.

Harvey melihat bahwa Selena terus mengerutkan kening. Lalu, dari mulut Selena terucaplah beberapa kali teriakan, “Anakku! Harvey, kembalikan anakku!”

“Harvey, aku akan memberikan nyawaku padamu!”

“Harvey, lepaskan aku!”

“Harvey...

Dalam setiap kalimat, nama Harvey selalu disebut, dan setiap kalimat itu penuh dengan kebencian.

Harvey mengulurkan tangan dan menarik tangan Selena, lalu bergumam pelan, “Selena, jika aku melepaskanmu, lalu siapa yang akan melepaskanku?”

Harvey merasa takut, jika dirinya melepaskan Selena, bahkan ikatan terakhirnya dengan Selens pun akan benar—benar terputus.

Telapak tangan kecil itu terasa sangat panas. Seperti yang telah diprediksi oleh Hansen, Selena ternyata benar—-benar demam.

Harvey mengambil plester penurun demam dan menempelkannya di kepala Selena, kemudian mengambil pil penurun demam untuk diberikan kepadanya.

Chandra tergesa—gesa menerobos masuk tanpa mengetuk pintu, lalu dia berkata, “Pak Harvey, hasil tes darah Nyonya sudah keluar. Seluruh indikator darah Nyonya jauh lebih rendah daripada batas normal, terutama sel darah merah dan putih yang bahkan lebih rendah daripada nilai minimum. Kata Dokter Hansen, Nyonya tidak boleh sampai demam. Nilai sel darah putihnya hanya 2,3. Begitu dia demam, nyawanya bisa terancam! Nyonya harus diberikan suntikan penambah darah putih sesegera mungkin!”

“Kamu... bilang apa?” Pil penurun demam di tangan Harvey pun langsung terjatuh ke lantai. Recharge Promo: 1000 Bonus Free GET IT

3


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.